Kamis, 23 Februari 2012

Askep Plasenta Previa

“Placenta Previa”
A.    Pengertian
Plasenta previa adalah plasenta yang letaknya abnormal yaitu pada segmen bawah uterus sehingga dapat menutupi sebagian atau seluruh pembukaan jalan lahir (FKUI, 2000).
Menurut Prawiroharjo (1992), plasenta previa adalah plasenta yang ada didepan jalan lahir (prae = di depan ; vias = jalan). Jadi yang dimaksud plasenta previa ialah plasenta yang implantasinya tidak normal, rendah sekali hingga menutupi seluruh atau sebagian ostium internum.
Menurut Cunningham (2006), plasenta previa merupakan implantasi plasenta di bagian bawah sehingga menutupi ostium uteri internum, serta menimbulkan perdarahan saat pembentukan segmen bawah rahim.
B.     Ciri-ciri Plasenta Previa
  1. Perdarahan tanpa nyeri
  2. Perdarahan berulang
  3. Warna perdarahan merah segar
  4. Adanya anemia dan renjatan yang sesuai dengan keluarnya darah
  5. Timbulnya perlahan-lahan
  6. Waktu terjadinya saat hamil
  7. Rasa tidak tegang (biasa) saat palpasi
  8. Denyut jantung janin ada
  9. Teraba jaringan plasenta pada periksa dalam vagina
  10. Penurunan kepala tidak masuk pintu atas panggul
C.    Etiologi
Menurut Manuaba (2003), penyebab terjadinya plasenta previa diantaranya adalah mencakup :
  1. Perdarahan (hemorrhaging)
  2. Usia lebih dari 35 tahun
  3. Multiparitas
  4. Pengobatan infertilitas
  5. Multiple gestation
  6. Erythroblastosis
  7. Riwayat operasi/pembedahan uterus sebelumnya
  8. Keguguran berulang
  9. Status sosial ekonomi yang rendah
  10. Jarak antar kehamilan yang pendek
  11. Merokok
Menurut Hanafiah (2004) klasifikasi plasenta previa dapat dibedakan menjadi 4 derajat yaitu :
  1. Total bila menutup seluruh serviks
  2. Partial bila menutup sebagian serviks
  3. Lateral bila menutup 75% (bila hanya sebagian pembukaan jalan lahir tertutup oleh plasenta).
  4. Marginal bila menutup 30% (bila pinggir plasenta berada tepat pada pinggir pembukaan jalan lahir).
D.    Faktor Predisposisi dan Presipitasi
Menurut Mochtar (1998), faktor predisposisi dan presipitasi yang dapat mengakibatkan terjadinya plasenta previa adalah :
  1. Melebarnya pertumbuhan plasenta :
    • Kehamilan kembar (gamelli).
    • Tumbuh kembang plasenta tipis.
  2. Kurang suburnya endometrium :
    • Malnutrisi ibu hamil.
    • Melebarnya plasenta karena gamelli.
    • Bekas seksio sesarea.
    • Sering dijumpai pada grandemultipara.
  3. Terlambat implantasi :
    • Endometrium fundus kurang subur.
    • Terlambatnya tumbuh kembang hasil konsepsi dalam bentuk blastula yang siap untuk nidasi.
E.     Patofisiologi
Seluruh plasenta biasanya terletak pada segmen atau uterus. Kadang-kadang bagian atau seluruh organ dapat melekat pada segmen bawah uterus, dimana hal ini dapat diketahui sebagai plasenta previa. Karena segmen bawah agak merentang selama kehamilan lanjut dan persalinan, dalam usaha mencapai dilatasi serviks dan kelahiran anak, pemisahan plasenta dari dinding uterus sampai tingkat tertentu tidak dapat dihindarkan sehingga terjadi pendarahan.
F.      Tanda dan Gejala
Menururt FKUI (2000), tanda dan gejala plasenta previa diantaranya adalah :
  1. Pendarahan tanpa sebab tanpa rasa nyeri dari biasanya dan berulang.
  2. Darah biasanya berwarna merah segar.
  3. Terjadi pada saat tidur atau saat melakukan aktivitas.
  4. Bagian terdepan janin tinggi (floating), sering dijumpai kelainan letak janin.
  5. Pendarahan pertama (first bleeding) biasanya tidak banyak dan tidak fatal, kecuali bila dilakukan periksa dalam sebelumnya. Tetapi perdarahan berikutnya (reccurent bleeding) biasanya lebih banyak.
G.    Komplikasi
Menurut Roeshadi (2004), kemungkinan komplikasi yang dapat ditimbulkan dari adanya plasenta previa adalah sebagai berikut :
  1. Pada ibu dapat terjadi :
    • Perdarahan hingga syok akibat perdarahan
    • Anemia karena perdarahan
    • Plasentitis
    • Endometritis pasca persalinan
  2. Pada janin dapat terjadi :
    • Persalinan premature
    • Asfiksia berat
H.    Pemeriksaan Penunjang
1.      USG : biometri janin, indeks cairan amnion, kelainan congenital, letak dan derajat maturasi plasenta. Lokasi plasenta sangat penting karena hal ini berkaitan dengan teknik operasi yang akan dilakukan.
2.      Kardiotokografi (KTG) : dilakukan pada kehamilan > 28 minggu.
3.      Laboratorium : darah perifer lengkap. Bila akan dilakukan PDMO atau operasi, perlu diperiksa faktor waktu pembekuan darah, waktu perdarahan dan gula darah sewaktu. Pemeriksaan lainnya dilakukan atas indikasi medis
I.       Penatalaksanaan Medis dan Keperawatan
Menurut Wiknjosastro (2005), penatalaksanaan yang diberikan untuk penanganan plasenta previa tergantung dari jenis plasenta previanya yaitu :
  1. Kaji kondisi fisik klien
  2. Menganjurkan klien untuk tidak coitus
  3. Menganjurkan klien istirahat
  4. Mengobservasi perdarahan
  5. Memeriksa tanda vital
  6. Memeriksa kadar Hb
  7. Berikan cairan pengganti intravena RL
  8. Berikan betametason untuk pematangan paru bila perlu dan bila fetus masih premature
  9. Lanjutkan terapi ekspektatif bila KU baik, janin hidup dan umur kehamilan
Penatalaksanaan :
1.      Konservatif bila :
a.       Kehamilan kurang 37 minggu.
b.      Perdarahan tidak ada atau tidak banyak (Hb masih dalam batas normal).
c.       Tempat tinggal pasien dekat dengan rumah sakit (dapat menempuh perjalanan selama 15 menit).
2.      Penanganan aktif bila :
a.       Perdarahan banyak tanpa memandang usia kehamilan.
b.      Umur kehamilan 37 minggu atau lebih.
c.       Anak mati
Perawatan konservatif berupa :
- Istirahat.
- Memberikan hematinik dan spasmolitik unntuk mengatasi anemia.
- Memberikan antibiotik bila ada indikasii.
- Pemeriksaan USG, Hb, dan hematokrit.
Bila selama 3 hari tidak terjadi perdarahan setelah melakukan perawatan konservatif maka lakukan mobilisasi bertahap. Pasien dipulangkan bila tetap tidak ada perdarahan. Bila timbul perdarahan segera bawa ke rumah sakit dan tidak boleh melakukan senggama.
Penanganan aktif berupa :
- Persalinan per vaginam.
- Persalinan per abdominal.
Penderita disiapkan untuk pemeriksaan dalam di atas meja operasi (double set                    up) yakni dalam keadaan siap operasi. Bila pada pemeriksaan dalam didapatkan
Plasenta previa marginalis
2. Plasenta previa letak rendah
      Plasenta lateralis atau marginalis dimana janin mati dan serviks sudah matang, kepala sudah masuk pintu atas panggul dan tidak ada perdarahan atau hanya sedikit perdarahan maka lakukan amniotomi yang diikuti dengan drips oksitosin pada partus per vaginam bila gagal drips (sesuai dengan protap terminasi kehamilan). Bila terjadi perdarahan banyak, lakukan seksio sesar.
Indikasi Melakukan Seksio sesar:

·         Plasenta previa totalis
·         Perdarahan banyak tanpa henti.
·         Presentase abnormal.
·         Panggul sempit.
·         Keadaan serviks tidak menguntungkan (belum matang).
·         Gawat janin
Pada keadaan dimana tidak memungkinkan dilakukan seksio sesar maka lakukan pemasangan cunam Willet atau versi Braxton Hicks.

Asuhan Keperawatan Teoritis
A.    Pengkajian
Data Subjektif :
  • Perdarahan per vaginam biasanya tidak nyeri
  • Perdarahan merah terang
  • Tidak disertai dengan kontraksi uterus dan cendrung terjadi dengan tiba-tiba sewaktu trisemester ke 3
  • Gejala kehamilan :
§  Aktivitas janin biasanya normal
§  Sejumlah pasien melaporkan adanya episode perdarahan sebelumnya sewaktu trimester pertama atau ke 2
Data Objektif
·         Pemeriksaan fisik
§  Pemeriksaan umum           : Apabila perdarahan tidak banyak ( 10-25% ), TTV biasanya normal dan pasien tampak sehat.
§  Pemeriksaan Abdomen     : Uterus halus dan tidak lunak, bunyi jantung janin biasanya normal, bagian presentasi tidak tercekap pada pintu atas panggul.
§  Pemeriksaan pelvis            : Tujuannya untuk mengevaluasi kuantitas perdarahan eksterna dan kemungkinan perdarahan traktus urinarius atau rektum.
§  Pemeriksaan pervaginam atau rektal dapat merangsang perdarahan hebat. Apabila perdarahannya minimal dan tampaknya bukan plasenta previa, pemeriksaan yang hati-hati dengan spekulum dapat menyingkap kemungkinan perdarahan vaginal atau serviks. Apabila di curigai perdarahan bersumber dari janin, darah harus diperiksa terhadap hemoglobin janin.
·         Pemeriksaan diagnostic.
HDL ; dapat menunjukkan peningkatan sel darah putih(SDP), penurunan
Hb dan Ht.
USG ; Menetukan letak plasenta.
B.     Diagnosa Keperawatan
1.      Resiko kekurangan cairan sehubungan dengan adanya perdarahan.
2.      Resiko terjadi distress janin sehubungan dengan kelainan letak placenta.
3.      Potensial terjadi shock hipovolemik sehubungan dengan adanya perdarahan.
4.      Ganguan pemenuhan kebutuhan personal hygiene sehubungan dengan aktivitas yang terbatas.
5.      Gangguan  psikologis  cemas  sehubungan  dengan  kurangnya  pengetahuan tentang  kehamilan  yang bermasalah.
C.     Intervensi
Dx 1: Resiko kekurangan cairan sehubungan dengan adanya perdarahan.
a.       Kaji tentang banyaknya pengeluaran caiaran (perdarahan)
b.      Observasi tanda-tanda vital.
c.       Observasi tanda-tanda kekurangan cairan dan monitor perdarahan.
d.      Pantau kadar elektrolit darah.
e.       Periksa golongan darah untuk antisipasi transfusi.
f.       Jelaskan pada klien untuk mempertahankan cairan yang masuk dengan banyak minum.
g.      Kolaborasi dengan dokter sehubungan dengan letak placenta.
Dx 2: Resiko terjadi distress janin sehubungan dengan kelainan letak placenta.
a.       Observasi tanda-tanda vital.
b.      Monitor perdarahan dan status janin
c.       Pertahankan hidrasi.
d.      Pertahankan tirah baring.
e.       Persiapkan untuk section caesaria .
Dx 3: Potensial terjadi shock hipovolemik sehubungan dengan adanya perdarahan.
a.       Observasi tanda-tanda terjadinya shock hipolemik.
b.      Kaji tentang banyaknya pengeluaran cairan (perdarahan).
c.       Observasi tanda-tanda vital.
d.      Observasi tanda-tanda kekurangan cairan dan monitor perdarahan.
e.       Pantau kadar elektrolit darah.
f.       Periksa golongan darah untuk antisipasi transfusi.
g.      Jelaskan pada klien untuk mempertahankan cairan yang masuk dengan banyak minum.
Dx 4: Ganguan pemenuhan  kebutuhan personal hygiene sehubungan dengan aktivitas yang terbatas.
a.       Berikan penjelasan tentang pentingnya personal hygiene
b.      Berikan motivasi untuk tetap menjaga personal hygiene tanpa melakukan aktivitas yang berlebihan
c.       Beri sarana penunjang atau mandikan klien bila klien masih harus bedrest
Dx 5: Gangguan      psikologis cemas      sehubungan dengan      kurangnya  pengetahuan tentang kehamilan yang bermasalah..
a.       Beri dukungan dan pendidikan untuk menurunkan kecemasan dan meningkatkan pemahaman dan  kerja  sama  dengan  tetap  memberikan  informasi  tentang  status  janin,  mendengar  dengan penuh perhatian, mempertahankan kontak mata dan berkomunikasi dengan tenang, hangat dan empati yang tepat.
b.      Pertahankan  hubungan  saling  percaya  dengan  komunikasi  terbuka.  Hubungan rasa  saling percaya   terjalin   antara   perawat   dan   klien   akan   membuat  klien   mudah   mengungkapkan perasaannya dan mau bekerja sama.
c.       Jelaskan  tentang  proses  perawatan  dan  prognosa  penyakit  secara  bertahap. Dengan  mengerti tentang proses perawatan dan prognosa penyakit akan memberikan rasa tenang.
d.      Identifikasi koping yang konstruksi dan kuatkan. Dengan identifikasi dan alternatif koping akan membantu klien dalam menyelesaikan masalahnya.
e.       Lakukan kunjungan secara teratur untuk memberikan support system. Dengan support system akan membuat klien merasa optimis tentang kesembuhannya.

DAFTAR PUSTAKA

1.      Arif Mansjoer, 2001, Kapita Selekta Kedokteran , edisi ketiga . Media Aesculapius FKUI . Jakarta
2.      Marilynn E. Doenges & Mary Frances Moorhouse, 2001, Rencana Perawatan Maternal/Bayi, edisi kedua. Penerbit buku kedokteran EGC. Jakarta.
3.      Murah Manoe dkk, 1999, Pedoman Diagnosis Dan Terapi Obstetri Dan Ginekologi. Bagian /SMF obstetri dan ginekologi FK Unhas . Ujung Pandang.
4.      Sandra M. Nettina, 2001, Pedoman Praktik Keperawatan. Penerbit buku kedokteran EGC. Jakarta.
5.      Sarwono, 1997, Ilmu Kebidanan. Yayasan bina pustaka Sarwono Prawirohardjo. Jakarta.

Gangguan Sistem Persarafan Pada Lansia


PENDAHULUAN
PENUAAN SISTEM NEUROLOGIS
            Dengan memandang proses penuaan dari perspective yang luas dapat membimbing kearah strategi yang lebih kreatif untuk melakukan intervensi terhadap lansia. Perubahan structural yang paling terlihat terjadi pada otak itu sendiri, walaupun bagian lain dari system saraf pusat juga terpengaruh. Perubahan ukuran otak yang di akibatkan oleh atropi girus dan dilatasi sulkus dan ventrikel otak. Korteks serebral adalah daerah otak yang paling besar dipengaruhi oleh kehilangan neuron.
Penurunan aliran darah serebral dan penggunaan oksigen juga telah diketahui akan terjadi selama proses penuaan. Perubahan dalam system neurologis dapat termasuk kehilangan dan penyusutan neuron, dengan potensial 10% kehilangan yang diketahui pada usia 80 tahun. Penurunan dopamine dan beberapa enzim dalam otak pada lansia berperan terhadap terjadinya perubahan neurologis fungsional. Secara fungsional, mungkin terdapat suatu perlambatan reflek tendon profunda. Terdapat kecendrungan kearah tremor dan langkah yang pendek-pendek atau gaya berjalan dengan langkah kaki melebar disertai dengan berkurangnya gerakan yang sesuai. Fungsi system saraf otonom dan simpatis mungkin mengalami enurunan secara keseluruhan.

LANDASAN TEORITIS
A.       Anatomi Fisiolgi Sistem Saraf  Pada Lansia
Sistem persarafan pada manusia yang normal, maupun pada lansia yang telah mengalami perubahan adalah sebagai berikut :
1.    Otak
Perbandingan pada otak yang normal dan otak otak pada lansia yang telah mengalami perubahan fungsi adalah sebagai berikut :
a.       Normal
Otak terletak di dalam rongga kepala, yang pada orang dewasa sudah tidak dapat lagi membesar, sehingga bila terjadi penambahan komponen rongga kepala sehingga dapat  meningkatkan TIK. Berat otak ≤ 350 gram pada saat kelahiran, kemudian meningkat menjadi 1,375 gram pada usia 20 tahun,berat otak mulai menurun pada usia 45-50 tahun penurunan ini kurang lebih 11% dari berat maksimal. Berat dan volume otak berkurang rata-rata 5-10% selama umur 20-90 tahun. Otak mengandung 100 million sel termasuk diantaranya sel neuron yang berfungsi menyalurkan impuls listrik dari susunan saraf pusat.
b.      Lansia
      Penuaan otak kehilangan 100.000 neuron / tahun. Neuron dapat mengirimkan signal kepada beribu-ribu sel lain dengan kecepatan 200 mil/jam. Terjadi penebalan atropi cerebral (berat otak menurun 10%) antar usia 30-70 tahun. Secara berangsur angsur tonjolan dendrite dineuron hilang disusul membengkaknya batang dendrit dan batang sel. Secara progresif terjadi fragmentasi dan kematian sel.
Pada semua sel terdapat deposit lipofusin (pigment wear and tear) yang terbentuk di sitoplasma, kemungkinan berasal dari lisosom atau mitokondria. RNA, Mitokondria dan enzyme sitoplasma menghilang, inklusi dialin eosinofil dan badan levy, neurofibriler menjadi kurus dan degenerasi granulovakuole.
     Berbagai perubahan degenerative ini meningkat pada individu lebih dari 60 tahun dan menyebabkan gangguan persepsi, analisis dan integrita, input sensorik menurun menyebabkan gangguan kesadaran sensorik (nyeri sentuh, panas, dingin, posisi sendi). Tampilan sesori motorik untuk menghasilkan ketepatan melambat.
2.      Saraf otonom
Perbandingan pada saraf otonom yang normal dan saraf otonom pada lansia yang telah mengalami perubahan/penurunan fungsi adalah sebagai berikut :
a.       Normal
1).  Saraf simpatis
Bekerja untuk meningkatkan denyut jantung dan pernafasan serta menurunkan aktifitas saluran cerna.
2). Saraf Parasimpatis
Bekerjanya berlawanan dari saraf simpatis.
b.      Lansia
 
          Pusat penegndalian saraf otonom adalah hipotalamus. Beberapa hal yang dikatakan sebagai penyebab terjadinya gangguan otonom pada usia lanjut adalah penurunan asetolikolin, atekolamin, dopamine, noradrenalin. Perubahan pada “neurotransmisi” pada ganglion otonom yang berupa penurunan pembentukan asetil-kolin yang disebabkan terutama oleh penurunan enzim utama kolin-asetilase.Terdapat perubahan morfologis yang mengakibatkan pengurangan jumlah reseptor kolin.
Hal ini menyebabkan predisposisi terjadinya hipotensi postural, regulasi suhu sebagai tanggapan atas panas atau dingin terganggu, otoregulasi disirkulasi serebral rusak sehingga mudah terjatuh.
3.      Sistem Saraf Perifer
Perbandingan pada sistem saraf perifer yang normal dan sistem saraf perifer pada lansia yang telah mengalami perubahan/penurunan fungsi adalah sebagai berikut:
a.       Normal
1). Saraf Aferen
    . Berfungsi membawa informasi sensorik baik disadari maupun tidak, dari kepala, pembuluh darah dan ekstermitas. Saraf eferen menyampaikan rangsangan dari luar ke pusat
2). Saraf Eferen
Berfungsi sebagai pembawa informasi sensorik dari otak menuju ke luar dari susunan saraf pusat ke berbagai sasaran (sel otot/kelenjar).
b.      Lansia
1). Saraf Aferen
Lansia terjadi penurunan fungsi dari saraf aferen, sehingga terjadi penurunan penyampaian informasi sensorik dari organ luar yang terkena ransangan.
2). Saraf Eferen
Lansia sering mengalami gangguan persepsi sensorik, hal tersebut dikarenakan terjadinya penurunan fungsi saraf eferen pada sistem saraf perifer.
4.      Medulla Spinalis
Perbandingan pada sistem saraf perifer yang normal dan sistem saraf perifer pada lansia yang telah mengalami perubahan/penurunan fungsi adalah sebagai berikut:
a.       normal
Fungsinya :
1.      Pusat gerakan otot tubuh terbesar yaitu, Cornu motorik/ cornu ventralis.
2.      Mengurus kegiatan refleks spinalis dan refleks lutut.
3.      Menghantarkan rangsangan koordinasi otot dan sendi menuju cerebellum.
4.      Mengadakan komun ikasi antara otak dan semua bagian tubuh.
b.      Lansia
Medulla spinalis pada lansia terjadi penurunan fungsi, sehingga mempengaruhi pergerakan otot dan sendi di mana lansia menjadi sulit untuk menggerakkan otot dan sendinya secara maksimal.
B.     Penyakit yang berhubungan dengan gangguan system neurologis pada lansia
1.      Stroke atau cedera cerebrovaskuler
Penyakit ini menunjukkan adanya beberapa kelainan otak baik secara fungsional maupun structural yang disebabkan oleh keadaan patologis dari pembuluh darah serebral atau dari selulruh system pembuluh darah otak. Patologis ini menyebabkan perdarahan dari sebuah robekan yang terjadi pada dinding pembuluh atau kerusakan sirkulasi serebral oleh oklusi parsial atau seluruh lumen pembuluh darah dengan pengaruh yang bersifat sementara atau permanen.
Perubahan perfusi jaringan serebral adalah suatu keadaan dimana individu mengalami penurunan dalam nutrisi dan oksigenasi pada tingkat seluler sehubungan dengan kurangnya suplay darah kapiler.
Diagnosis keperawatan
Perubahan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan interupsi aliran darah: gangguan oklusi, hoemoragic, vasospasme serebral dan oedema serebral.
Ditandai dengan :
1.      Perubahan suhu kulit (dingin pada ekstremitas), warna biru atau ungu.
2.      Perubahan tingkat kesadaran, kehilangan memori.
3.      Perubahan pada respon motorik atau sensorik, gelisah.
4.      Deficit sensori, bahasa, intelektual dan emosi.
5.      Perubahan tanda-tanda vital
Criteria hasil :
a.       Mempertahankan tingkat kesadaran membaik, fungsi kognitif, dan motorik.
b.      Memdemonstrasikan tanda-tanda vital stabil dan tidak adanya tanda-tanda peningkatan TIK.
c.       Menunjukkan tidak ada kelanjutan kekambuhan.
d.      Memperlihatkan penurunan tanda dan gejala kerusakan jaringan.
Intervensi
1.      Tentukan factor yang berhubungan dengan atau penyebab khusus selama penurunan perfusi serebral dan potensial terjadinya peningkatan TIK.
2.      Observasi dan catat status neurologis sesering mungkin dan bandingkan dengan keadaan normalnya.
3.      Observasi tanda-tanda vital.
4.      Evaluasi pupil catat ukuran, bentuk, kesamaan dan reaksinya terhadap cahaya.
5.      Catat perubahan dalam penglihatan.
6.      Kaji fungsi-fungsi yang lebih tinggi seperti fungsi bicara.
7.      Letakkan kepala dengan posisi agak ditinggikan dan dalam posisi natomis (netral).
8.      Pertahankan keadaan tirah baring, ciptakan lingkungan yang tenang, batasi aktifitas sesuai indikasi.
9.      Cegah terjadinya mengejan saat defekasi dan pernafasan yang memaksa.
10.  Kaji kegelisahan yang meningkat, peka rangsang dan kemngkinan serangan kejang.
11.  Beri oksigen sesuai indikasi.
2.      Sakit Kepala
Merupakan suatu gejala dari penyakit dan dapat terjadi dengan atau tanpa adanya gangguan organic.
Beberapa  jenis sakit kepala adalah sebagai berikut :
a.       Migraine
Penyebab tidak diketahui. Diperkirakan akibat dari spasme pembuluh darah intra cranial. Sering terjadi pada wanita remaja dan dewasa muda berhubungan dengan riwayat asma atau alergi.
b.      Cluster
Diperkirakan gangguan vaskuler. Histamine memegang peranan yang sangat penting. Umumnya terjadi pada pria usia muda dan dewasa.
c.       Ketegangan otot
Kontraksi otot yang sangat berlebihan di sekitar kulit kepala, wajah, leher, dan tubuh bagian atas. Kemungkinan akibat vasodilatasi dari arteri cranial. Kebanyakan pada usia dewasa terutama pada wania.
d.      Arthritis temporalis
Diperkirakan akibat dari mekanisme autoimun pada klien berusia diatas 50 tahun.
Nyeri akut adalah suatu keadaan dimana individu mengalami dan melaporkan adanya rasa tidak nyaman yang berat atau perasaan yang tidak menyenangkan.
Diagnose keperawatan :
Nyeri akut berhubungan dengan stress dan ketegangan, iritasi atau tekanan saraf, vasospasme, dan peningkatan TIK.
Ditandai dengan :
1.      Mengatakan nyeri, dipengaruhi oleh factor lain, misal, perubahan posisi.
2.      Nyeri, pucat disekitar wajah.
3.      Prilaku tidak terarah.
4.      Perubahan pola tidur.
5.      Preokupasi dengan nyeri.
6.      Respon autoimun.
7.      Mengfokukaskan pada diri, penyempitan focus.
Criteria hasil :
a.       Melaporkan nyeri berkurang atau terkontrol
b.      Menunjukkan atau menggunakan prilaku untuk mengurangi kekambuhan.
Intervensi
1)      Catat intensitas, karakteristik, lokasi, lama, factor yang memperburuk.
2)      Observasi adanya tanda nyeri non verbal, misal, ekpresi wajah, posisi tubuh, gelisah, menangis atau meringis.
3)      Catat adanya pengaruh nyeri, misal, hilangnya perhatian pada hidup, penurunan aktifitas dan penurunan berat badan.
4)      Anjurkan untuk beristirahat didalam ruangan yang tenang.
5)      Berikan kompres dingin pada kepala.
6)      Berikan kompres panas, lembab atau kering pada leher, lengan sesuai kebutuhan.
7)      Masase daerah kepala, leher dan lengan jika klien dapat menoleransi sentuhan.
8)      Gunakan teknik sentuhan yang terapeutik.
9)      Observasi adannya mual atau muntah
3.      Alzheimer atau Demensia
Adalah proses degenerative yang terjadi pertama-tama pada sel yang terletak pada dasar otak depan yang mengirim informasi ke korteks serebral.
      Perubahan proses pikir adalah suatu keadaan dimana individu mengalami gangguan dalam pengoperasian dan aktifitas kognitif.
      Diagnose keperawatan :
Perubahan proses pikir berhubungan dengan perubahan fisiologis, kehilangan memori, gangguan tidur.
      Ditandai dengan :
a.       Hilang kosentrasi
b.      Hilang ingatan
c.       Tidak mampu membuat keputusan
d.      Idak mampu menginterprestasikan stimulasi
e.       Disorientasi waktu, tempat, orang, lingkunga dan peristiwa
f.       Tingkah laku social yang tidak tepat
Criteria hasil :
1.      Mampu memperlihatkan kemampuan kognitif untuk menjalani konsekuensi kejadian yang menegangkan terhadap emosi.
2.      Mampu mengembangkan strategi untuk mengatasi anggapan diri yang negative.
3.      Mampu mengenali perubahan dalam berfikir.
4.      Mampu memperlihatkan penurunan tingkah laku yang tidak diinginkan, ancaman dan kebingungan.
Intervensi
a)      Kaji derajat gangguan kognitif.
b)      Pertahan lingkkungan yang menyenangkan dan tenang.
c)      Lakukan pendekatan dengan cara perlahan dan tenang.
d)     Tatap wajah ketika berbicara dengan klien.
e)      Panggil klien dengan namanya.
f)       Gunakan suara yang agak rendah dan berbicara dengan perlahan pada klien.
g)      Hindari klien dari aktifitas dan komunikasi yang di paksakan.
h)      Gunakan hal yang humoris saat berinteraksi pada klien.
i)        Hormati klien dan evaluasi kebutuhan secara spesifik.
j)        Berikan kesempatan untuk saling memiliki.
k)      Ciptakan aktivitas sederhana dan bermanfaat.
l)        Evaluasi pola tidur, catat letargi, peningkatan peka rangsang, sering menguap dan garis hitam dibawah mata.
C.     Masalah-masalah Akibat Perubahan Sistem Persarafan Pada Lansia
         Menua (menjadi tua) adalah suatu proses menghilangnya secara perlahan-lahan kemampuan jaringan untuk memperbaiki dari atau mengganti dan mempertahankan fungsi normalnya sehingga tidak dapat bertahan terhadap infeksi dan memperbaiki kerusakan yang di derita
        Proses menua merupakan proses yang terus menerus (berlanjut) secara ilmiah. Dimulai sejak lahir dan umumnya dialami pada semua makhluk hidup. Proses menua setiap individu pada organ tubuh juga tidak sama cepatnya. Adakalanya orang belum tergolong lanjut usia (masih muda) tetapi kekurangan – kekurangannya yang menyolok (deskripansi). Adapun masalah-masalah perubahan sistem persarafan pada lansia adalah sebagai berikut, yaitu :
1.      Gangguan pola istirahat tidur
Seringkali lansia mengalami perubahan pola tidur atau perbandiangan bangun dan pengaturan suhu pada lansia. Keluhan utama pada lansia sebenarnya adalah lebih banyak terbangun pada dini hari dibandingkan dengan gangguan dalam tidur. Gangguan pola tidur dan pengaturan suhu terjadi akibat adanya penurunan pada hypothalamus pada lansia.
2.      Gangguan gerak langkah (GAIT)
Pada usia lanjut secara fisiologik terdapat perubahan gerak langkah menjadi lebih pendek dengan jarak kedua kaki lebih lebar, rotasi pinggul menurun dan gerak lebih lambat (Hadi Martono, 1992).
Keadaan ini sering diperberat oleh gangguan mekanik akibat penyakit yang menyertai, antara lain adanya arthritis, deformasi sendi, kelemahan fokal atau menyeluruh, neuropati, gangguan visual atau vestibuler atau gangguan integrasi di SSP (Friedman, 1995).
3.      Gangguan persepsi sensori
Perubahan sensorik terjadi pada jalur sistem sensori dimulai dari reseptor hingga ke korteks sensori, merubah transmisi atau informasi sensori. Pada korteks lobus parietal sangat penting dalam interpretasi sensori dengan pengendaian penglihatan, pendengaran, rasa dan regulasi suhu. Hilang atau menurunnya sensori rasa nyeri, temperature dan rabaan dapat menimbulkan masalah pada lansia.
4.      Gangguan eliminasi BAB dan BAK
Perubahan sistem saraf pada lansia juga sering terjadi pada sistem pencernaan maupun pada sistem urinari. Hal ini disebabkan karena pada lansia terjadi penurunan sistem saraf perifer, dimana lansia menjadi tidak mampu untuk mengontrol pengeluaran BAB maupun BAK, sehingga bisa menimbulkan beberapa masalah, seperti konstipasi, obstipasi, inkontinensia urin, dll.
5.       Kerusakan komunikasi verba
Pada lansia sering terjadi kerusakan komunikasi verbal, hal ini disebabkan karena terjadi penurunan atau ketidakmampuan untuk menerima, memproses, mentransmisikan dan menggunakan sistem simbol. Adapun yang menjadi penyebab lain masalah tersebut dikarenakan terjadinya perubahan pada persarafan di sekitar wajah.
D.    Pemeriksaan Penunjang
1.      Elektroensefalogram (EEG
Elektroensefalogram ini adalah rekaman catatan grafik dari gelombang aktivitas listrik otak.
2.      Elektromiogram (EMG
Merupakan pemeriksaan untuk mengukur dan mencatat elektrik otot skeletal dan konduksi saraf.
3.      CT scan
Computed Tomography Scanning dapat memberikan gambaran secara mendetail bagian-bagian dari otak. Misalnya dapat menentukan bentuk, ukuran dan posisi, mendeteksi adanya perdarahan, dan edema.
4.      Magnetic resonance imaging (MRI)
Magnetik Resonance Imaging menggunakan medan magnet dan sinyal-sinyal frekuensi radio. Perubahan-perubahan energi yang dihasilkan akan diukur dan digunakan komputer MRI untuk menghasilkan gambar. Gambar akan tampak sebagai potongan-potongan dua dimensi.
5. Indeks Katz
Indeks Katz dalam aktivitas sehari-hari (ADL) merupakan alat yang digunakan untuk menentukan hasil tindakan dan prognosis pada lanjut usia. Indeks Kartz meliputi keadekuatan pelaksanaan dalam enam fungsi seperti mandi, berpakaian, toileting, berpindah, kontinen, dan makan (Kart, 1963).
Pengukuran pada kondisi ini meliputi Indeks Katz
1
Mandi
Dapat mengerjakan sendiri
Sebagaian/pada bagian tertentu dibantu
Sebagian besar/ seluruhnya dibantu
2
Berpakaian
Seluruhnya tanpa bantuan
Sebagian/ pada bagian tertentu dibantu
Seluruhnya dengan bantuan
3
Pergi ke toilet
Dapat mengerjakan sendiri
Memerlukan bantuan
Tidak dapat pergi ke WC
4
Berpindah (berjalan)
Tanpa bantuan
Dengan bantuan
Tidak dapat melakukan
5
BAB dan BAK
Dapat mengontrol
Kadang-kadang ngompol / defekasi di tempat tidur
Dibantu seluruhnya
6
Makan
Tanpa bantuan
Dapat makan sendiri kecuali hal-hal tertentu
Seluruhnya dibantu
Klasifikasi:
A : Mandiri, untuk 6 fungsi
B : Mandiri, untuk 5 fungsi
C : Mandiri, kecuali untuk mandi dan 1 fungsi lain.
D : Mandiri, kecuali untuk mandi, bepakaian dan 1 fungsi lain
E : Mandiri, kecuali untuk mandi, bepakaian, pergi ke toilet dan 1 fungsi lain
F : Mandiri, kecuali untuk mandi, bepakaian, pergi ke toilet dan 1 fungsi lain
G : Tergantung untuk 6 fungsi.
Keterangan:
Mandiri: berarti tanpa pengawasan, pengarahan, atau bantuan aktif dari orang lain. Seseorang yang menolak melakukan suatu fungsi dianggap tidak melakukan fungsi, meskipun dianggap mampu.
6.      Pengkajian status kognitif/afektif (status mental)
          Pemeriksaan status mental memberikan sampel perilaku dan kemampuan mental dalam fungsi intelektual. Pemeriksaan singkat terstandarisasi digunakan untuk mendeteksi gangguan kognitif sehingga fungsi intelektual dapat di uji melalui satu/dua pertanyaan untuk masing-masing area. Saat instrumen skrining mendeteksi terjadinya gangguan, pemeriksaan lebih lanjut kemudian akan dilakukan.
7. Short portable mental status questionnaire (SPMSQ)
          Digunakan untuk mendeteksi adanya tingkat kerusakan intelektual. Pengujian terdiri dari 10 pertanyaan yang berkenaan dengan orientasi, riwayat pribadi, memori dalam hubungannya dengan kemampuan perawatan diri, memori jauh, dan kemampuan matematis atau perhitungan (Pfeiffer, 1975).

Short Portable Mental Status Questionnaire (SPMSQ)

Penilaian untuk mengetahui fungsi intelektual lansia
Nama klien      :                                               Tanggal           :
Jenis kelamin   :                                               Umur               :                       tahun
Agama             :                                               Suku                :
Alamat                        :
Pewawancara  :
Skor

NO

Pertanyaan

Jawaban
+
-


1
Tanggal berapa hari ini?



2
Hari apa sekarang ini?



3
Apa nama tempat ini?



4
Dimana alamat anda?



5
Berapa umur anda?



6
Kapan anda lahir?



7
Siapa presiden Indonesia sekarang?



8
Siapa presiden sebelumnya?



9
Siapa nama kecil ibu anda?



10
Kurang 3 dari 20 dan tetap pengurangan 3 dari setiap angka baru, semua secara menurun !

 Jumlah Kesalahan Total


Kesimpulan :
Pertanyaan 1
hanya dinilai benar hanya pada waktu bulan yang tepat,tanggal yang tepat, tahun yang diberikan secara benar
Pertanyaan 2
penjelasan sendiri
Pertanyaan 3
hal dinilai sebagai benar bila diberikan gambaran yang benar dari lokasi, “rumah saya” nama yang benar dari kota atau daerah tempattinggal, atau nama rumah sakit atau institusi bila subjek yang diinstitualisasisemua dapat diterima.
Pertanyaan 4
harus dinilai sebagai benar bila nomor telpn benar dapatdipastikan, atau bila subjek dapat mengulang nomor yang sama pada bentuk  pertanyaan yang lain.
Pertanyaan 5
harus dinilai sebagai benar bila pernyataan usia koresponden pada tanggal lahir 
Pertanyaan 6
harus dinilai benar hanya bila bulan tanggal pasti dan tahunsemua diberikan.
Pertanyaan 7
memerlukan hanya nama terakhir dari nama presiden
Pertanyaan 8
memerlukan hanya nama terakhir presiden sebelumnya
Pertanyaan 9
tidak perlu diperiksa. Ini dinilai sebagai benar, jika diberikan pertama wanita ditambah dengan nama akhir dari pada nama aktif subjek.
Pertanyaan 10
memerlukan seluruh seri yang harus dilakukan dengan benar supaya dinilai sebagai benar. Adanya kesalahan pada seri atau ketidak inginan untuk mengupayakan seri dinalai sebagai benar.

Apgar Keluarga Dengan Lansia
Skrining untuk melengkapi pengkajian fungsi sosial
Nama klien      :                                               Tanggal           :
Jenis kelamin   :                                               Umur               :           tahun
Agama             :                                               Suku                :
Alamat                        :

NO
U r a i a n
Fungsi
Skor
1
Saya puas bahwa saya dapat kembali pada keluarga (teman – teman) saya untuk membantu pada waktu sesuatu menyusahkan saya

Adaptation

1
2
Saya puas dengan cara keluarga (teman – teman) saya membicarakan sesuatu dengan saya dan mengungkapkan masalah dengan saya

Partneship

1
3
Saya puas bahwa keluarga (teman – teman) saya menerima dan mendukung keinginan saya untuk melakukan aktivitas atau arah baru

Growth

1
4
Saya puas dengan cara keluarga (teman – teman) saya mengekspresikan afek dan berespon terhadap emosi – emosi saya seperti marah, sedih atau mencintai

Affection

1
5
Saya puas dengan cara teman – teman saya dan saya menyediakan waktu bersama – sama
Resolve
1


Ket.  Selalu  = 2,   Kadang – kadang = 1,  Hampir tidak pernah = 0
Total
5

Kesimpulan :
PENCEGAHAN PRIMER, SEKUNDER DAN TERSIER
GANGGUAN SISTEM PERSAFAFAN
PADA LANSIA

1.      Pencegahan Primer
Penggunaan model promosi, strategi dan intervensi kesehatan dapat diidentifikasi dari sudut pandang fisik, fungsional, kognisi-komunikasi, persepsi-sensori, dan psikologis.
PENDIDIKAN
Cara yang paling penting untuk menurunkan morbiditas, mortilitas dan disabilitas yang berhubungan dengan stroke adalah untuk mengurangi insidensi stroke yang pertama kali dan terjadinya kembali stroke.Pendidikan merupakan suatu komponen pencegahan primer yang sangat penting. Pencegahan primer ditujukan ke arah gaya hidup sehat, termasuk diet rendah lemak, garam, dan gula. Latihan secara teratur, yang menjadi suatu komponen penting dari jadwal lansia, dapat juga berperan terhadap pencegahan.
Walaupun seseorang tidak dapat mengubah riwayat keluarganya, mengajarkan pada lansia bagaimana cara penatalaksanaannya hipertensi dan diabetes melitus merupakan suatu tindakan pencegahan primer yang penting. Pemantauan tekanan darah secara teratur dan memberikan pengobatan antihipertensi secara tepat adalah tindakan perawatan diri sendiri yang sangat penting untuk mengurangi resiko stroke.
Gaya hidup sehat sebagai pencegahan primer termasuk program pendidikan kesehatan untuk mengurangi merokok, yang berisiko tinggi terhadap terjadinya penyakit kardiovaskuler.
Mendidik klien tentang obat antihipertensi termasuk memastikan jadwal waktu dan dosis yang benar, menggunakan alat bantu memori untuk membantu orang tersebut mengikuti program pengobatan, dan mengajarkan tentang tindakan pencegahan khusus untuk diikuti ketika sedang menggunakan obat-obat antihipertensi dan diuretik.
2.      Pencegahan sekunder
Pencegahan sekunder berhubungan dengan pengkajian, diagnosis, penentuan tujuan, dan intervensi ketika defisit neurologis terjadi. Tujuan secara keseluruhan adalah untuk mencegah terjadinya kehilangan kesehatan tambahan dan untuk mengembalikan klien pada tingkat kemampuan berfungsi mereka secara maksimum.
PENGKAJIAN
Pengkajian adalah komponen kunci dari diagnosis yang akurat, penentuan tujuan, dan intervensi. Salah satu komponen pengkajian fisik dalam gangguan neurologis adalah pengujian sensasi , koordinasi, fungsi serebral, refleks, dan saraf saraf cranial. Masalah fisik dan fungsional di masa lalu atau dimasa sekarang seperti defek fungsi motorik , kejang, cedera otak, kanker, refleks yang abnormal, kekakuan, dan paralisis adalah pemicu yang harus di evaluasi lebih lanjut. Selain itu defisit kognitif komunikatif ( dalam memori, proses berpikir dalam berbicara, abstraksi, kelancaran), status mental dan faltor persepsi sensori, dan masalah psikologis memandu perawat dalam mengembangkan strategi untuk meningkatkan kemampuan fungsional.
POSISI DAN LATIHAN FISIK
Memposisikan klien melibatkan dukungan pada ekstremitas yang paralisis untuk mencegah masalah sekunder, seperti kontraktur, dekubitus, dan nyeri paralisis pada ekstremitas menghalangi kembalinya aliran darah vena yang memadai, dengan demikian menyebabkan akumulasi cairan dalam jaringan. Akumulasi ini menghalangi suplai nutrisi yang memadai untuk sel-sel, sering mendorong ke arah terjadinya kerusakan jaringan. Kegiatan memposisikan klien melibatkan pengubahan posisi klien untuk memfasilitasi kesejajaran tubuh yang baik.
Latihan fisik dilaksanakan hanya pada titik resistensi. Perawat secara terus menerus mengevaluasi kemampuan klien untuk melaksanakan latihan fisik sendiri. Ketika klien telah stabil dan toleransi terhadap aktivitas meningkat, latihan fisik harus disatukan kedalam AKS seperti mandi, makan, memposisikan diri di tempat tidur, berpindah dan berdiri.
3.      Pencegahan tersier
Pencegahan tersier bertujuan untuk menurunkan efek dari penyakit dan cedera. Tahap perlindungan kesehatan ini dimulai pada periode awal penyembuhan. Pengawasan kesehatan selama rehabilitasi untuk meningkatkan fungsi, mobilitas, dan penyesuaian psikososial adalah hasil yang diharapkan dari pencegahan tersier. Hidup secara produktif dengan keterbatasan dan defisit, dan meminimalkan residu kecacatan adalah hasil tambahan yang diharapkan. Pencegahan tersier mempunyai banyak hal untuk ditambahkan pada kualitas hidup dan keseluruhan arti kehidupan yang diyakini oleh klien.
Asuhan Keperawatan Pada Lansia Dengan Perubahan Sistem Persarafan
I.                   Pengkajian
Pengkajian ini meliputi identitas klien, status kesehatan saat ini, riwayat kesehatan masa lalu, riwayat kesehatan keluarga, pemeriksaan fisik sistem persarafan, pola aktifitas sehari-hari, serta pengkajian psikososial dan spiritual.
Identitas klien
Identitas pasien meliputi :
a.       Nama
b.       Umur
c.       Jenis kelamin
d.      Status perkawinan
e.       Agama
f.       Suku
g.      Status kesehatan saat ini
1.   Status kesehatan secara umum
2.   Keluhan kesehatan saat ini
3.      Pengetahuan/pemahaman dan penatalaksanaan masalah kesehatan
h.  Riwayat kesehatan masa lalu
1. Penyakit masa kanak-kanak
2. Penyakit serius atau kronik
3.Pernah mengalami trauma
i. Riwayat kesehatan keluarga
1. Hipertensi
2. Kejang
3.Arthritis, masalah kesehatan mental
4.Stroke
5.Kematian mendadak yang tidak jelas sebabnya
Pemeriksaan fisik sistem persarafan
a. Memeriksa keadaan umum pasien.
b. Test fungsi cerebral/kortikal.
c. Test fungsi saraf cranial.
d. Test fungsi motorik dan cerebellum.
e. Test fungsi sensori.
Pola aktivitas sehari-hari
a. Tingkat latihan dan aktivitas.
b. Pekerjaan :
pola bekerja
pemajanan terhadap benda-benda toksik.
c. Riwayat perjalanan, yang terakhir.
Pengkajian psikososial dan spritual
a. Psikososial
b. Spiritual
c. Konsep Diri :
1.  Gambaran Diri
2. Ideal diri
3. Harga Diri
4.Peran
5.Identitas Diri
II.        Diagnosa Keperawatan
Diagnosa-diagnosa berikut ini adalah sebagian diagnosa yang dapat di angkat pada pasien lansia dengan gangguan sistem persarafan yang di kutip dari diagnosa keperawatan NANDA.
1.      Resiko tinggi cedera berhubungan dengan penurunan fungsi fisiologis dan kognitif.
2.      Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan secara menyeluruh.
3.      Gangguan persepsi sensori (visual, auditori, kinestetik, pengecapan, taktil, penciuman) berhubungan dengan perubahan penerimaan sensori, transmisi dan integrasi.
4.      Gangguan pola eliminasi BAB dan BAK berhubungan dengan penurunan neuromuskuler.
5.      Gangguan pola istirahat tidur berhubungan dengan perubahan frekuensi dan jadwal tidur
6. Kerusakan komunikasi verbal berhubungan dengan perubahan/penurunan sistem saraf.
III.     Intervensi
Di bawah ini adalah intervensi dan kriteria hasil dari diagnosa keperawatan yang telah di angkat yang di kutip dati buku diagnosa keperawatan dengan intervensi NIC dan kriteria hasil NOC.
1.      Resiko tinggi cedera berhubungan dengan penurunan fungsi fisiologis dan kognitif
Tujuan :
a.       Pasien bebas dari resiko cedera.
b.      Tidak memperlihatkan tanda cedera fisik
Intervensi :
a.       Kaji status mental dan fisik.
b.      Lakukan strategi untuk mencegah cedera yang sesuai untuk status fisiologis.
c.       Pertahankan tindakan kewaspadaan
d.      Singkirkan atau lepaskan alat-alat yang dapat membahayakan pasien.
e.       Hindari tugas-tugas yang membahayakan
2.      Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan secara menyeluruh.
Tujuan :
a. Pasien akan mengidentifikasikan aktifitas dan/atau situasi yang menimbulkan kecemasan yang berkontribusi pada intoleransi aktivitas.
b. Pasien dapat menampilkan aktivitas kehidupan sehari-hari (AKS).
Intervensi :
1.Kaji respon emosi, sosial, dan spiritual terhadap aktivitas.
2.Evaluasi motivasi dan keinginan pasien untuk meningkatkan aktivitas.
3.Hindari menjadwalkan aktivitas selama periode istirahat.
4. Bantu pasien untuk mengubah posisi secara berkala dan ambulasi yang dapat di toleransi.
3.      Gangguan persepsi sensori (visual, auditori, kinestetik, pengecapan, taktil, penciuman) berhubungan dengan perubahan penerimaan sensori, transmisi dan integrasi
Tujuan :
a. Pasien dapat menunjukkan kemampuan kognitif.
b.Pasien dapat mengidentifikasikan diri, orang, tempat, dan waktu.
Intervensi :
1. Pantau perubahan status neurologis pasien.
2. Pantau tingkat kesadaran pasien
3.Identifikasikan factor yang berpengaruh terhadap gangguan persepsi sensori.
4.Pastikan akses dan penggunaan alat bantu sensori.
5.Tingkatkan jumlah stimulus untuk mencapai tingkat sensori yang sesuai.
4. Gangguan pola eliminasi BAB dan BAK berhubungan dengan penurunan neuromuskuler.
Tujuan :
a.Pasien dapat memenuhi kebutuhan eliminasi seperti biasa.
b.Pasien mampu mengidentifikasikan apabila ingin melakukan eliminasi.
Intervensi :
1. Kaji pola eliminasi BAB dan BAK klien
      2.Anjurkan pasien untuk melakukan aktivitas optimal.
3.Berikan privasi dan keamanan saat pasien melakukan eliminasi.
5. Gangguan pola istirahat tidur berhubungan dengan perubahan frekuensi dan jadwal tidur.
Tujuan :
a. Tidak ada masalah dengan pola, kualitas, dan rutinitas istirahat tidur.
b. Menunjukkan kesejahteraan fisik dan psikologis.
       Intervensi :
1. Pantau pola tidur pasien dan catat hubungan faktor-faktor fisik yang dapt mengganggu pola tidur pasien.
2.Berikan/ciptakan lingkungan yang tenang sebelum tidur.
3. Bantu pasien untuk mengidentifikasikan faktor-faktor yang mungkin menyebabkan kurang tidur, seperti ketakutan, masalah yang tidak terselesaikan, dan konflik.
4. Bantu pasien untuk membatasi tidur di siang hari dengan menyediakan aktivitas yang meningkatkan kondisi terjaga

DAFTAR PUSTAKA

Stanley, Mickey, and patricia Gauntlett Beare.2006.Buku Ajar Keperawatan Gerontik,ed 2.Jakarta:EGC
Nugroho,Wahjudi.2000.Keperawatan Gerontik.Jakarta:EGC
Kushariyadi. 2010. Asuhan Keperawatan pada Klien Lanjut Usia. Jakarta: Salemba Medika