PENDAHULUAN
PENUAAN SISTEM NEUROLOGIS
Dengan
memandang proses penuaan dari perspective yang luas dapat membimbing kearah
strategi yang lebih kreatif untuk melakukan intervensi terhadap lansia.
Perubahan structural yang paling terlihat terjadi pada otak itu sendiri,
walaupun bagian lain dari system saraf pusat juga terpengaruh. Perubahan ukuran
otak yang di akibatkan oleh atropi girus dan dilatasi sulkus dan ventrikel
otak. Korteks serebral adalah daerah otak yang paling besar dipengaruhi oleh
kehilangan neuron.
Penurunan
aliran darah serebral dan penggunaan oksigen juga telah diketahui akan terjadi
selama proses penuaan. Perubahan dalam system neurologis dapat termasuk
kehilangan dan penyusutan neuron, dengan potensial 10% kehilangan yang
diketahui pada usia 80 tahun. Penurunan dopamine dan beberapa enzim dalam otak
pada lansia berperan terhadap terjadinya perubahan neurologis fungsional.
Secara fungsional, mungkin terdapat suatu perlambatan reflek tendon profunda.
Terdapat kecendrungan kearah tremor dan langkah yang pendek-pendek atau gaya berjalan
dengan langkah kaki melebar disertai dengan berkurangnya gerakan yang sesuai.
Fungsi system saraf otonom dan simpatis mungkin mengalami enurunan secara
keseluruhan.
LANDASAN TEORITIS
A.
Anatomi
Fisiolgi Sistem Saraf Pada Lansia
Sistem
persarafan pada manusia yang normal, maupun pada lansia yang telah mengalami
perubahan adalah sebagai berikut :
1.
Otak
Perbandingan pada otak yang normal
dan otak otak pada lansia yang telah mengalami perubahan fungsi adalah sebagai
berikut :
a.
Normal
Otak terletak di dalam rongga
kepala, yang pada orang dewasa sudah tidak dapat lagi membesar, sehingga bila
terjadi penambahan komponen rongga kepala sehingga dapat meningkatkan TIK. Berat otak ≤ 350 gram pada saat
kelahiran, kemudian meningkat menjadi 1,375 gram pada usia 20 tahun,berat otak
mulai menurun pada usia 45-50 tahun penurunan ini kurang lebih 11% dari berat
maksimal. Berat dan volume otak berkurang rata-rata 5-10% selama umur 20-90
tahun. Otak mengandung 100 million sel termasuk diantaranya sel neuron yang berfungsi
menyalurkan impuls listrik dari susunan saraf pusat.
b.
Lansia
Penuaan otak kehilangan 100.000
neuron / tahun. Neuron dapat mengirimkan signal kepada beribu-ribu sel lain
dengan kecepatan 200 mil/jam. Terjadi penebalan atropi cerebral (berat otak
menurun 10%) antar usia 30-70 tahun. Secara berangsur angsur tonjolan dendrite
dineuron hilang disusul membengkaknya batang dendrit dan batang sel. Secara
progresif terjadi fragmentasi dan kematian sel.
Pada semua sel terdapat deposit
lipofusin (pigment wear and tear) yang terbentuk di sitoplasma, kemungkinan
berasal dari lisosom atau mitokondria. RNA, Mitokondria dan enzyme sitoplasma
menghilang, inklusi dialin eosinofil dan badan levy, neurofibriler menjadi
kurus dan degenerasi granulovakuole.
Berbagai perubahan degenerative ini meningkat pada individu lebih dari
60 tahun dan menyebabkan gangguan persepsi, analisis dan integrita, input
sensorik menurun menyebabkan gangguan kesadaran sensorik (nyeri sentuh, panas,
dingin, posisi sendi). Tampilan sesori motorik untuk menghasilkan ketepatan
melambat.
2.
Saraf otonom
Perbandingan pada saraf otonom yang
normal dan saraf otonom pada lansia yang telah mengalami perubahan/penurunan fungsi
adalah sebagai berikut :
a.
Normal
1). Saraf simpatis
Bekerja untuk meningkatkan denyut
jantung dan pernafasan serta menurunkan aktifitas saluran cerna.
2). Saraf
Parasimpatis
Bekerjanya berlawanan dari saraf
simpatis.
b. Lansia
Pusat penegndalian saraf otonom
adalah hipotalamus. Beberapa hal yang dikatakan sebagai penyebab terjadinya
gangguan otonom pada usia lanjut adalah penurunan asetolikolin, atekolamin,
dopamine, noradrenalin. Perubahan pada “neurotransmisi” pada ganglion otonom
yang berupa penurunan pembentukan asetil-kolin yang disebabkan terutama oleh
penurunan enzim utama kolin-asetilase.Terdapat perubahan morfologis yang
mengakibatkan pengurangan jumlah reseptor kolin.
Hal ini menyebabkan predisposisi
terjadinya hipotensi postural, regulasi suhu sebagai tanggapan atas panas atau
dingin terganggu, otoregulasi disirkulasi serebral rusak sehingga mudah
terjatuh.
3. Sistem Saraf
Perifer
Perbandingan pada sistem saraf
perifer yang normal dan sistem saraf perifer pada lansia yang telah mengalami
perubahan/penurunan fungsi adalah sebagai berikut:
a. Normal
1). Saraf
Aferen
. Berfungsi membawa informasi sensorik baik disadari maupun tidak, dari
kepala, pembuluh darah dan ekstermitas. Saraf eferen menyampaikan rangsangan
dari luar ke pusat
2). Saraf Eferen
Berfungsi sebagai pembawa informasi
sensorik dari otak menuju ke luar dari susunan saraf pusat ke berbagai sasaran
(sel otot/kelenjar).
b. Lansia
1). Saraf
Aferen
Lansia terjadi penurunan fungsi dari
saraf aferen, sehingga terjadi penurunan penyampaian informasi sensorik dari
organ luar yang terkena ransangan.
2). Saraf
Eferen
Lansia sering mengalami gangguan
persepsi sensorik, hal tersebut dikarenakan terjadinya penurunan fungsi saraf
eferen pada sistem saraf perifer.
4. Medulla
Spinalis
Perbandingan pada sistem saraf
perifer yang normal dan sistem saraf perifer pada lansia yang telah mengalami
perubahan/penurunan fungsi adalah sebagai berikut:
a. normal
Fungsinya :
1. Pusat gerakan otot tubuh terbesar
yaitu, Cornu motorik/ cornu ventralis.
2. Mengurus kegiatan refleks spinalis
dan refleks lutut.
3. Menghantarkan rangsangan koordinasi
otot dan sendi menuju cerebellum.
4. Mengadakan komun ikasi antara otak
dan semua bagian tubuh.
b. Lansia
Medulla spinalis pada lansia terjadi
penurunan fungsi, sehingga mempengaruhi pergerakan otot dan sendi di mana
lansia menjadi sulit untuk menggerakkan otot dan sendinya secara maksimal.
B. Penyakit yang berhubungan dengan gangguan system neurologis
pada lansia
1. Stroke atau cedera cerebrovaskuler
Penyakit ini menunjukkan adanya
beberapa kelainan otak baik secara fungsional maupun structural yang disebabkan
oleh keadaan patologis dari pembuluh darah serebral atau dari selulruh system
pembuluh darah otak. Patologis ini menyebabkan perdarahan dari sebuah robekan
yang terjadi pada dinding pembuluh atau kerusakan sirkulasi serebral oleh
oklusi parsial atau seluruh lumen pembuluh darah dengan pengaruh yang bersifat
sementara atau permanen.
Perubahan
perfusi jaringan serebral adalah suatu keadaan dimana individu mengalami penurunan
dalam nutrisi dan oksigenasi pada tingkat seluler sehubungan dengan kurangnya
suplay darah kapiler.
Diagnosis
keperawatan
Perubahan perfusi jaringan serebral
berhubungan dengan interupsi aliran darah: gangguan oklusi, hoemoragic,
vasospasme serebral dan oedema serebral.
Ditandai dengan :
1. Perubahan suhu kulit (dingin pada
ekstremitas), warna biru atau ungu.
2. Perubahan tingkat kesadaran,
kehilangan memori.
3. Perubahan pada respon motorik atau
sensorik, gelisah.
4. Deficit sensori, bahasa, intelektual
dan emosi.
5. Perubahan tanda-tanda vital
Criteria hasil :
a. Mempertahankan tingkat kesadaran
membaik, fungsi kognitif, dan motorik.
b. Memdemonstrasikan tanda-tanda vital
stabil dan tidak adanya tanda-tanda peningkatan TIK.
c. Menunjukkan tidak ada kelanjutan
kekambuhan.
d. Memperlihatkan penurunan tanda dan
gejala kerusakan jaringan.
Intervensi
1. Tentukan factor yang berhubungan
dengan atau penyebab khusus selama penurunan perfusi serebral dan potensial terjadinya
peningkatan TIK.
2. Observasi dan catat status
neurologis sesering mungkin dan bandingkan dengan keadaan normalnya.
3. Observasi tanda-tanda vital.
4. Evaluasi pupil catat ukuran, bentuk,
kesamaan dan reaksinya terhadap cahaya.
5. Catat perubahan dalam penglihatan.
6. Kaji fungsi-fungsi yang lebih tinggi
seperti fungsi bicara.
7. Letakkan kepala dengan posisi agak
ditinggikan dan dalam posisi natomis (netral).
8. Pertahankan keadaan tirah baring,
ciptakan lingkungan yang tenang, batasi aktifitas sesuai indikasi.
9. Cegah terjadinya mengejan saat
defekasi dan pernafasan yang memaksa.
10. Kaji kegelisahan yang meningkat,
peka rangsang dan kemngkinan serangan kejang.
11. Beri oksigen sesuai indikasi.
2. Sakit Kepala
Merupakan suatu gejala dari penyakit
dan dapat terjadi dengan atau tanpa adanya gangguan organic.
Beberapa jenis sakit
kepala adalah sebagai berikut :
a. Migraine
Penyebab tidak diketahui. Diperkirakan akibat dari spasme
pembuluh darah intra cranial. Sering terjadi pada wanita remaja dan dewasa muda
berhubungan dengan riwayat asma atau alergi.
b. Cluster
Diperkirakan gangguan vaskuler. Histamine memegang peranan
yang sangat penting. Umumnya terjadi pada pria usia muda dan dewasa.
c. Ketegangan otot
Kontraksi otot yang sangat berlebihan di sekitar kulit
kepala, wajah, leher, dan tubuh bagian atas. Kemungkinan akibat vasodilatasi
dari arteri cranial. Kebanyakan pada usia dewasa terutama pada wania.
d. Arthritis temporalis
Diperkirakan akibat dari mekanisme autoimun pada klien
berusia diatas 50 tahun.
Nyeri akut adalah suatu keadaan dimana
individu mengalami dan melaporkan adanya rasa tidak nyaman yang berat atau
perasaan yang tidak menyenangkan.
Diagnose keperawatan :
Nyeri akut berhubungan dengan stress
dan ketegangan, iritasi atau tekanan saraf, vasospasme, dan peningkatan TIK.
Ditandai dengan :
1. Mengatakan nyeri, dipengaruhi oleh
factor lain, misal, perubahan posisi.
2.
Nyeri, pucat disekitar wajah.
3. Prilaku tidak terarah.
4. Perubahan pola tidur.
5. Preokupasi dengan nyeri.
6. Respon autoimun.
7. Mengfokukaskan pada diri,
penyempitan focus.
Criteria hasil :
a.
Melaporkan nyeri berkurang atau terkontrol
b.
Menunjukkan atau menggunakan prilaku untuk mengurangi
kekambuhan.
Intervensi
1)
Catat intensitas, karakteristik, lokasi, lama, factor yang
memperburuk.
2)
Observasi adanya tanda nyeri non verbal, misal, ekpresi
wajah, posisi tubuh, gelisah, menangis atau meringis.
3)
Catat adanya pengaruh nyeri, misal, hilangnya perhatian pada
hidup, penurunan aktifitas dan penurunan berat badan.
4)
Anjurkan untuk beristirahat didalam ruangan yang tenang.
5)
Berikan kompres dingin pada kepala.
6)
Berikan kompres panas, lembab atau kering pada leher, lengan
sesuai kebutuhan.
7)
Masase daerah kepala, leher dan lengan jika klien dapat
menoleransi sentuhan.
8)
Gunakan teknik sentuhan yang terapeutik.
9)
Observasi adannya mual atau muntah
3. Alzheimer atau Demensia
Adalah proses degenerative yang terjadi pertama-tama pada
sel yang terletak pada dasar otak depan yang mengirim informasi ke korteks
serebral.
Perubahan proses
pikir adalah suatu keadaan dimana individu mengalami gangguan dalam pengoperasian
dan aktifitas kognitif.
Diagnose keperawatan :
Perubahan proses pikir berhubungan dengan perubahan
fisiologis, kehilangan memori, gangguan tidur.
Ditandai dengan :
a. Hilang kosentrasi
b. Hilang ingatan
c. Tidak mampu membuat keputusan
d. Idak mampu menginterprestasikan
stimulasi
e. Disorientasi waktu, tempat, orang,
lingkunga dan peristiwa
f. Tingkah laku social yang tidak tepat
Criteria hasil :
1. Mampu memperlihatkan kemampuan
kognitif untuk menjalani konsekuensi kejadian yang menegangkan terhadap emosi.
2. Mampu mengembangkan strategi untuk
mengatasi anggapan diri yang negative.
3. Mampu mengenali perubahan dalam
berfikir.
4. Mampu memperlihatkan penurunan
tingkah laku yang tidak diinginkan, ancaman dan kebingungan.
Intervensi
a) Kaji derajat gangguan kognitif.
b) Pertahan lingkkungan yang
menyenangkan dan tenang.
c) Lakukan pendekatan dengan cara
perlahan dan tenang.
d) Tatap wajah ketika berbicara dengan
klien.
e) Panggil klien dengan namanya.
f) Gunakan suara yang agak rendah dan
berbicara dengan perlahan pada klien.
g) Hindari klien dari aktifitas dan
komunikasi yang di paksakan.
h) Gunakan hal yang humoris saat
berinteraksi pada klien.
i)
Hormati klien dan evaluasi kebutuhan secara spesifik.
j)
Berikan kesempatan untuk saling memiliki.
k) Ciptakan aktivitas sederhana dan
bermanfaat.
l)
Evaluasi pola tidur, catat letargi, peningkatan peka
rangsang, sering menguap dan garis hitam dibawah mata.
C. Masalah-masalah Akibat Perubahan Sistem Persarafan Pada
Lansia
Menua (menjadi tua) adalah suatu
proses menghilangnya secara perlahan-lahan kemampuan jaringan untuk memperbaiki
dari atau mengganti dan mempertahankan fungsi normalnya sehingga tidak dapat
bertahan terhadap infeksi dan memperbaiki kerusakan yang di derita
Proses menua merupakan proses yang
terus menerus (berlanjut) secara ilmiah. Dimulai sejak lahir dan umumnya
dialami pada semua makhluk hidup. Proses menua setiap individu pada organ tubuh
juga tidak sama cepatnya. Adakalanya orang belum tergolong lanjut usia (masih
muda) tetapi kekurangan – kekurangannya yang menyolok (deskripansi). Adapun
masalah-masalah perubahan sistem persarafan pada lansia adalah sebagai berikut,
yaitu :
1. Gangguan pola istirahat tidur
Seringkali
lansia mengalami perubahan pola tidur atau perbandiangan bangun dan pengaturan
suhu pada lansia. Keluhan utama pada lansia sebenarnya adalah lebih banyak
terbangun pada dini hari dibandingkan dengan gangguan dalam tidur. Gangguan
pola tidur dan pengaturan suhu terjadi akibat adanya penurunan pada
hypothalamus pada lansia.
2. Gangguan gerak langkah (GAIT)
Pada
usia lanjut secara fisiologik terdapat perubahan gerak langkah menjadi lebih
pendek dengan jarak kedua kaki lebih lebar, rotasi pinggul menurun dan gerak
lebih lambat (Hadi Martono, 1992).
Keadaan
ini sering diperberat oleh gangguan mekanik akibat penyakit yang menyertai,
antara lain adanya arthritis, deformasi sendi, kelemahan fokal atau menyeluruh,
neuropati, gangguan visual atau vestibuler atau gangguan integrasi di SSP
(Friedman, 1995).
3. Gangguan persepsi sensori
Perubahan
sensorik terjadi pada jalur sistem sensori dimulai dari reseptor hingga ke
korteks sensori, merubah transmisi atau informasi sensori. Pada korteks lobus
parietal sangat penting dalam interpretasi sensori dengan pengendaian
penglihatan, pendengaran, rasa dan regulasi suhu. Hilang atau menurunnya
sensori rasa nyeri, temperature dan rabaan dapat menimbulkan masalah pada
lansia.
4. Gangguan eliminasi BAB dan BAK
Perubahan
sistem saraf pada lansia juga sering terjadi pada sistem pencernaan maupun pada
sistem urinari. Hal ini disebabkan karena pada lansia terjadi penurunan sistem
saraf perifer, dimana lansia menjadi tidak mampu untuk mengontrol pengeluaran
BAB maupun BAK, sehingga bisa menimbulkan beberapa masalah, seperti konstipasi,
obstipasi, inkontinensia urin, dll.
5. Kerusakan komunikasi verba
Pada
lansia sering terjadi kerusakan komunikasi verbal, hal ini disebabkan karena
terjadi penurunan atau ketidakmampuan untuk menerima, memproses,
mentransmisikan dan menggunakan sistem simbol. Adapun yang menjadi penyebab
lain masalah tersebut dikarenakan terjadinya perubahan pada persarafan di sekitar
wajah.
D.
Pemeriksaan Penunjang
1.
Elektroensefalogram (EEG
Elektroensefalogram ini adalah
rekaman catatan grafik dari gelombang aktivitas listrik otak.
2.
Elektromiogram (EMG
Merupakan pemeriksaan untuk mengukur
dan mencatat elektrik otot skeletal dan konduksi saraf.
3.
CT scan
Computed Tomography Scanning dapat
memberikan gambaran secara mendetail bagian-bagian dari otak. Misalnya dapat
menentukan bentuk, ukuran dan posisi, mendeteksi adanya perdarahan, dan edema.
4.
Magnetic resonance imaging (MRI)
Magnetik Resonance Imaging
menggunakan medan magnet dan sinyal-sinyal frekuensi radio. Perubahan-perubahan
energi yang dihasilkan akan diukur dan digunakan komputer MRI untuk
menghasilkan gambar. Gambar akan tampak sebagai potongan-potongan dua dimensi.
5. Indeks Katz
Indeks Katz dalam aktivitas
sehari-hari (ADL) merupakan alat yang digunakan untuk menentukan hasil tindakan
dan prognosis pada lanjut usia. Indeks Kartz meliputi keadekuatan pelaksanaan
dalam enam fungsi seperti mandi, berpakaian, toileting, berpindah, kontinen,
dan makan (Kart, 1963).
Pengukuran pada kondisi ini meliputi Indeks Katz
1
|
Mandi
|
Dapat mengerjakan sendiri
|
Sebagaian/pada bagian tertentu dibantu
|
Sebagian besar/ seluruhnya dibantu
|
2
|
Berpakaian
|
Seluruhnya tanpa bantuan
|
Sebagian/ pada bagian tertentu dibantu
|
Seluruhnya dengan bantuan
|
3
|
Pergi ke toilet
|
Dapat mengerjakan sendiri
|
Memerlukan bantuan
|
Tidak dapat pergi ke WC
|
4
|
Berpindah (berjalan)
|
Tanpa bantuan
|
Dengan bantuan
|
Tidak dapat melakukan
|
5
|
BAB dan BAK
|
Dapat mengontrol
|
Kadang-kadang ngompol / defekasi di tempat tidur
|
Dibantu seluruhnya
|
6
|
Makan
|
Tanpa bantuan
|
Dapat makan sendiri kecuali hal-hal tertentu
|
Seluruhnya dibantu
|
Klasifikasi:
A : Mandiri, untuk 6 fungsi
B : Mandiri, untuk 5 fungsi
C : Mandiri, kecuali untuk mandi dan 1 fungsi lain.
D : Mandiri, kecuali untuk mandi, bepakaian dan 1 fungsi lain
E : Mandiri, kecuali untuk mandi, bepakaian, pergi ke toilet dan 1 fungsi
lain
F : Mandiri, kecuali untuk mandi, bepakaian, pergi ke toilet dan 1 fungsi
lain
G : Tergantung untuk 6 fungsi.
Keterangan:
Mandiri: berarti tanpa
pengawasan, pengarahan, atau bantuan aktif dari orang lain. Seseorang yang
menolak melakukan suatu fungsi dianggap tidak melakukan fungsi, meskipun
dianggap mampu.
6.
Pengkajian status kognitif/afektif (status mental)
Pemeriksaan status mental memberikan
sampel perilaku dan kemampuan mental dalam fungsi intelektual. Pemeriksaan
singkat terstandarisasi digunakan untuk mendeteksi gangguan kognitif sehingga
fungsi intelektual dapat di uji melalui satu/dua pertanyaan untuk masing-masing
area. Saat instrumen skrining mendeteksi terjadinya gangguan, pemeriksaan lebih
lanjut kemudian akan dilakukan.
7. Short portable mental status
questionnaire (SPMSQ)
Digunakan untuk mendeteksi adanya
tingkat kerusakan intelektual. Pengujian terdiri dari 10 pertanyaan yang
berkenaan dengan orientasi, riwayat pribadi, memori dalam hubungannya dengan
kemampuan perawatan diri, memori jauh, dan kemampuan matematis atau perhitungan
(Pfeiffer, 1975).
Short Portable
Mental Status Questionnaire (SPMSQ)
Penilaian untuk mengetahui fungsi intelektual lansia
Nama klien
:
Tanggal :
Jenis kelamin
:
Umur
:
tahun
Agama
:
Suku
:
Alamat
:
Pewawancara :
Skor
|
NO
|
Pertanyaan
|
Jawaban
|
+
|
-
|
|
|
1
|
Tanggal berapa hari ini?
|
|
|
|
2
|
Hari apa sekarang ini?
|
|
|
|
3
|
Apa nama tempat ini?
|
|
|
|
4
|
Dimana alamat anda?
|
|
|
|
5
|
Berapa umur anda?
|
|
|
|
6
|
Kapan anda lahir?
|
|
|
|
7
|
Siapa presiden Indonesia sekarang?
|
|
|
|
8
|
Siapa presiden sebelumnya?
|
|
|
|
9
|
Siapa nama kecil
ibu anda?
|
|
|
|
10
|
Kurang 3 dari 20
dan tetap pengurangan 3 dari setiap angka baru, semua secara menurun !
|
|
Jumlah
Kesalahan Total
|
|
Kesimpulan :
Pertanyaan 1
hanya
dinilai benar hanya pada waktu bulan yang tepat,tanggal yang
tepat, tahun yang diberikan secara benar
Pertanyaan 2
penjelasan sendiri
Pertanyaan 3
hal dinilai sebagai benar bila
diberikan gambaran yang benar dari
lokasi, “rumah saya” nama yang benar dari kota atau daerah tempattinggal,
atau nama rumah sakit atau institusi bila subjek yang diinstitualisasisemua
dapat diterima.
Pertanyaan 4
harus
dinilai sebagai benar bila nomor telpn benar dapatdipastikan, atau bila subjek dapat
mengulang nomor yang sama pada bentuk pertanyaan yang lain.
Pertanyaan 5
harus dinilai sebagai benar bila pernyataan usia koresponden pada tanggal
lahir
Pertanyaan 6
harus dinilai benar hanya bila bulan tanggal pasti
dan tahunsemua diberikan.
Pertanyaan 7
memerlukan hanya nama terakhir dari nama presiden
Pertanyaan 8
memerlukan hanya nama terakhir presiden sebelumnya
Pertanyaan 9
tidak perlu diperiksa. Ini dinilai sebagai benar, jika
diberikan pertama wanita ditambah dengan nama akhir dari pada nama aktif
subjek.
Pertanyaan 10
memerlukan seluruh seri yang harus dilakukan dengan benar supaya dinilai sebagai benar. Adanya kesalahan
pada seri atau ketidak inginan untuk mengupayakan seri dinalai
sebagai benar.
Apgar Keluarga Dengan
Lansia
Skrining untuk melengkapi pengkajian fungsi sosial
Nama klien
:
Tanggal :
Jenis kelamin :
Umur
: tahun
Agama
:
Suku
:
Alamat
:
NO
|
U r a i a n
|
Fungsi
|
Skor
|
1
|
Saya puas bahwa saya dapat kembali pada
keluarga (teman – teman) saya untuk membantu pada waktu sesuatu menyusahkan
saya
|
Adaptation
|
1
|
2
|
Saya puas dengan cara keluarga (teman –
teman) saya membicarakan sesuatu dengan saya dan mengungkapkan masalah dengan
saya
|
Partneship
|
1
|
3
|
Saya puas bahwa keluarga (teman –
teman) saya menerima dan mendukung keinginan saya untuk melakukan aktivitas
atau arah baru
|
Growth
|
1
|
4
|
Saya puas dengan cara keluarga (teman –
teman) saya mengekspresikan afek dan berespon terhadap emosi – emosi saya
seperti marah, sedih atau mencintai
|
Affection
|
1
|
5
|
Saya puas dengan
cara teman – teman saya dan saya menyediakan waktu bersama – sama
|
Resolve
|
1
|
|
|
Ket.
Selalu = 2, Kadang – kadang = 1, Hampir tidak pernah
= 0
|
Total
|
5
|
Kesimpulan :
PENCEGAHAN
PRIMER, SEKUNDER DAN TERSIER
GANGGUAN
SISTEM PERSAFAFAN
PADA
LANSIA
1.
Pencegahan
Primer
Penggunaan
model promosi, strategi dan intervensi kesehatan dapat diidentifikasi dari
sudut pandang fisik, fungsional, kognisi-komunikasi, persepsi-sensori, dan
psikologis.
PENDIDIKAN
Cara
yang paling penting untuk menurunkan morbiditas, mortilitas dan disabilitas
yang berhubungan dengan stroke adalah untuk mengurangi insidensi stroke yang
pertama kali dan terjadinya kembali stroke.Pendidikan merupakan suatu komponen
pencegahan primer yang sangat penting. Pencegahan primer ditujukan ke arah gaya
hidup sehat, termasuk diet rendah lemak, garam, dan gula. Latihan secara
teratur, yang menjadi suatu komponen penting dari jadwal lansia, dapat juga berperan
terhadap pencegahan.
Walaupun
seseorang tidak dapat mengubah riwayat keluarganya, mengajarkan pada lansia
bagaimana cara penatalaksanaannya hipertensi dan diabetes melitus merupakan
suatu tindakan pencegahan primer yang penting. Pemantauan tekanan darah secara
teratur dan memberikan pengobatan antihipertensi secara tepat adalah tindakan
perawatan diri sendiri yang sangat penting untuk mengurangi resiko stroke.
Gaya
hidup sehat sebagai pencegahan primer termasuk program pendidikan kesehatan
untuk mengurangi merokok, yang berisiko tinggi terhadap terjadinya penyakit
kardiovaskuler.
Mendidik
klien tentang obat antihipertensi termasuk memastikan jadwal waktu dan dosis
yang benar, menggunakan alat bantu memori untuk membantu orang tersebut
mengikuti program pengobatan, dan mengajarkan tentang tindakan pencegahan
khusus untuk diikuti ketika sedang menggunakan obat-obat antihipertensi dan
diuretik.
2.
Pencegahan
sekunder
Pencegahan
sekunder berhubungan dengan pengkajian, diagnosis, penentuan tujuan, dan
intervensi ketika defisit neurologis terjadi. Tujuan secara keseluruhan adalah
untuk mencegah terjadinya kehilangan kesehatan tambahan dan untuk mengembalikan
klien pada tingkat kemampuan berfungsi mereka secara maksimum.
PENGKAJIAN
Pengkajian
adalah komponen kunci dari diagnosis yang akurat, penentuan tujuan, dan
intervensi. Salah satu komponen pengkajian fisik dalam gangguan neurologis
adalah pengujian sensasi , koordinasi, fungsi serebral, refleks, dan saraf
saraf cranial. Masalah fisik dan fungsional di masa lalu atau dimasa sekarang
seperti defek fungsi motorik , kejang, cedera otak, kanker, refleks yang
abnormal, kekakuan, dan paralisis adalah pemicu yang harus di evaluasi lebih
lanjut. Selain itu defisit kognitif komunikatif ( dalam memori, proses berpikir
dalam berbicara, abstraksi, kelancaran), status mental dan faltor persepsi
sensori, dan masalah psikologis memandu perawat dalam mengembangkan strategi
untuk meningkatkan kemampuan fungsional.
POSISI
DAN LATIHAN FISIK
Memposisikan
klien melibatkan dukungan pada ekstremitas yang paralisis untuk mencegah
masalah sekunder, seperti kontraktur, dekubitus, dan nyeri paralisis pada
ekstremitas menghalangi kembalinya aliran darah vena yang memadai, dengan
demikian menyebabkan akumulasi cairan dalam jaringan. Akumulasi ini menghalangi
suplai nutrisi yang memadai untuk sel-sel, sering mendorong ke arah terjadinya
kerusakan jaringan. Kegiatan memposisikan klien melibatkan pengubahan posisi
klien untuk memfasilitasi kesejajaran tubuh yang baik.
Latihan
fisik dilaksanakan hanya pada titik resistensi. Perawat secara terus menerus
mengevaluasi kemampuan klien untuk melaksanakan latihan fisik sendiri. Ketika
klien telah stabil dan toleransi terhadap aktivitas meningkat, latihan fisik
harus disatukan kedalam AKS seperti mandi, makan, memposisikan diri di tempat
tidur, berpindah dan berdiri.
3.
Pencegahan
tersier
Pencegahan
tersier bertujuan untuk menurunkan efek dari penyakit dan cedera. Tahap
perlindungan kesehatan ini dimulai pada periode awal penyembuhan. Pengawasan
kesehatan selama rehabilitasi untuk meningkatkan fungsi, mobilitas, dan
penyesuaian psikososial adalah hasil yang diharapkan dari pencegahan tersier.
Hidup secara produktif dengan keterbatasan dan defisit, dan meminimalkan residu
kecacatan adalah hasil tambahan yang diharapkan. Pencegahan tersier mempunyai
banyak hal untuk ditambahkan pada kualitas hidup dan keseluruhan arti kehidupan
yang diyakini oleh klien.
Asuhan
Keperawatan Pada Lansia Dengan Perubahan Sistem Persarafan
I.
Pengkajian
Pengkajian ini meliputi identitas
klien, status kesehatan saat ini, riwayat kesehatan masa lalu, riwayat
kesehatan keluarga, pemeriksaan fisik sistem persarafan, pola aktifitas
sehari-hari, serta pengkajian psikososial dan spiritual.
Identitas klien
Identitas pasien meliputi :
a. Nama
b. Umur
c. Jenis kelamin
d. Status perkawinan
e. Agama
f. Suku
g. Status kesehatan saat ini
1. Status kesehatan secara umum
2. Keluhan kesehatan saat ini
3. Pengetahuan/pemahaman dan
penatalaksanaan masalah kesehatan
h. Riwayat kesehatan masa lalu
1.
Penyakit masa kanak-kanak
2.
Penyakit serius atau kronik
3.Pernah mengalami trauma
i. Riwayat
kesehatan keluarga
1. Hipertensi
2. Kejang
3.Arthritis, masalah kesehatan
mental
4.Stroke
5.Kematian mendadak yang tidak jelas
sebabnya
Pemeriksaan fisik sistem persarafan
a. Memeriksa keadaan umum pasien.
b. Test fungsi cerebral/kortikal.
c. Test fungsi saraf cranial.
d. Test fungsi motorik dan cerebellum.
e. Test fungsi sensori.
Pola aktivitas sehari-hari
a. Tingkat latihan dan aktivitas.
b. Pekerjaan :
pola bekerja
pemajanan terhadap benda-benda toksik.
c. Riwayat perjalanan, yang terakhir.
Pengkajian psikososial dan spritual
a. Psikososial
b. Spiritual
c. Konsep Diri :
1. Gambaran Diri
2. Ideal diri
3. Harga Diri
4.Peran
5.Identitas Diri
II. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa-diagnosa berikut ini adalah
sebagian diagnosa yang dapat di angkat pada pasien lansia dengan gangguan
sistem persarafan yang di kutip dari diagnosa keperawatan NANDA.
1. Resiko tinggi cedera berhubungan
dengan penurunan fungsi fisiologis dan kognitif.
2. Intoleransi aktivitas berhubungan
dengan kelemahan secara menyeluruh.
3. Gangguan persepsi sensori (visual,
auditori, kinestetik, pengecapan, taktil, penciuman) berhubungan dengan
perubahan penerimaan sensori, transmisi dan integrasi.
4. Gangguan pola eliminasi BAB dan BAK
berhubungan dengan penurunan neuromuskuler.
5. Gangguan pola istirahat tidur
berhubungan dengan perubahan frekuensi dan jadwal tidur
6.
Kerusakan komunikasi verbal berhubungan dengan perubahan/penurunan sistem
saraf.
III. Intervensi
Di bawah ini adalah intervensi dan kriteria hasil dari diagnosa keperawatan
yang telah di angkat yang di kutip dati buku diagnosa keperawatan dengan
intervensi NIC dan kriteria hasil NOC.
1.
Resiko tinggi cedera berhubungan
dengan penurunan fungsi fisiologis dan kognitif
Tujuan :
a. Pasien bebas dari resiko cedera.
b. Tidak memperlihatkan tanda cedera
fisik
Intervensi :
a. Kaji status mental dan fisik.
b. Lakukan strategi untuk mencegah
cedera yang sesuai untuk status fisiologis.
c. Pertahankan tindakan kewaspadaan
d. Singkirkan atau lepaskan alat-alat
yang dapat membahayakan pasien.
e. Hindari tugas-tugas yang
membahayakan
2.
Intoleransi aktivitas berhubungan
dengan kelemahan secara menyeluruh.
Tujuan
:
a. Pasien akan mengidentifikasikan
aktifitas dan/atau situasi yang menimbulkan kecemasan yang berkontribusi pada
intoleransi aktivitas.
b. Pasien dapat menampilkan aktivitas kehidupan sehari-hari (AKS).
Intervensi :
1.Kaji respon emosi, sosial, dan spiritual terhadap aktivitas.
2.Evaluasi motivasi dan keinginan pasien untuk meningkatkan aktivitas.
3.Hindari menjadwalkan aktivitas selama periode istirahat.
4. Bantu pasien untuk mengubah posisi secara berkala dan ambulasi yang dapat di
toleransi.
3.
Gangguan persepsi sensori (visual,
auditori, kinestetik, pengecapan, taktil, penciuman) berhubungan dengan
perubahan penerimaan sensori, transmisi dan integrasi
Tujuan :
a. Pasien dapat menunjukkan kemampuan
kognitif.
b.Pasien dapat mengidentifikasikan diri,
orang, tempat, dan waktu.
Intervensi :
1. Pantau perubahan status neurologis pasien.
2. Pantau tingkat kesadaran pasien
3.Identifikasikan factor yang
berpengaruh terhadap gangguan persepsi sensori.
4.Pastikan akses dan penggunaan alat
bantu sensori.
5.Tingkatkan jumlah stimulus untuk
mencapai tingkat sensori yang sesuai.
4. Gangguan pola eliminasi BAB dan BAK berhubungan dengan penurunan
neuromuskuler.
Tujuan
:
a.Pasien dapat memenuhi kebutuhan eliminasi seperti biasa.
b.Pasien mampu mengidentifikasikan apabila ingin melakukan eliminasi.
Intervensi :
1. Kaji pola eliminasi BAB dan BAK klien
2.Anjurkan pasien untuk melakukan
aktivitas optimal.
3.Berikan privasi dan keamanan saat pasien melakukan eliminasi.
5. Gangguan pola istirahat tidur
berhubungan dengan perubahan frekuensi dan jadwal tidur.
Tujuan :
a. Tidak ada masalah dengan pola, kualitas, dan rutinitas istirahat tidur.
b. Menunjukkan kesejahteraan fisik dan psikologis.
Intervensi :
1. Pantau pola tidur pasien dan catat hubungan faktor-faktor fisik yang dapt mengganggu
pola tidur pasien.
2.Berikan/ciptakan lingkungan yang
tenang sebelum tidur.
3. Bantu pasien untuk mengidentifikasikan faktor-faktor yang mungkin
menyebabkan kurang tidur, seperti ketakutan, masalah yang tidak terselesaikan,
dan konflik.
4. Bantu pasien untuk membatasi tidur di siang hari dengan menyediakan
aktivitas yang meningkatkan kondisi terjaga
DAFTAR PUSTAKA
Stanley,
Mickey, and patricia Gauntlett Beare.2006.Buku Ajar Keperawatan Gerontik,ed
2.Jakarta:EGC
Nugroho,Wahjudi.2000.Keperawatan
Gerontik.Jakarta:EGC
Kushariyadi. 2010. Asuhan Keperawatan
pada Klien Lanjut Usia. Jakarta: Salemba Medika