Minggu, 06 Mei 2012

OSTEOMILITIS

BAB I
PENDAHULUAN
           
            Masalah infeksi dan inflamasi penting diketahui perawat dalam melakukan asuhan keperawatan gangguan system musculoskeletal karena keadaan tersebut sering beriringan dan/ merupakan suatu komplikasi dari gangguan musculoskeletal itu sendiri. Peran perawat sebagai pemberi asuhan keperawatan adalah berupaya agar masalah dapat dihindari atau risikonya minimal.
            Disini pemakalah akan lebih membahas tentang osteomielitis yang merupakan salah satu dari jenis infeksi tulang.
Osteomielitis masih merupakan permasalahan di Negara kita karena tingkat higienis yang masih rendah, pemahamam mengenai penatalaksanaan yang masih belum baik, diagnosis yang sering terlambat sehingga biasanya berakhir dengan osteomielitis kronis, dan fasilitas diagnostic yang belum memadai di puskesmas. Pengobatan osteomielitis memerlukan waktu yang cukup lama dan biaya yang cukup tinggi.






BAB II
ISI

A.    Pengertian
1.      Osteomielitis adalah infeksi pada tulang dan medula tulang, baik karena infeksi piogenik maupun non piogenik, misalnya Mycrobacterium tuberculosis. ( buku ajar Iasuhan keperawatan klien gangguan system musculoskeletal, Ns. Arif Muttaqin, hal 274 )
2.      Osteomielitis adalah infeksi tulang. Infeksi tulang lebih sulit disembuhkan daripada ifeksi jaringan lunak karena terbatasnya asupan darah, respon jaringan terhadap inflamasi, tingginya tekanan jaringan dan pembentukan involukrum ( pembentukan tulang baru di sekeliling jaringan tulang mati). Osteomielitis dapat menjadi masalh kronis yang akan mempengaruhi kualitas hidup atau mengakibatkan kehilangan ekstremitas. ( buku ajar keperawatan medical bedah, brunner & suddarth, edisi 8, hal 2342-2343 )
3.      Osteomyelitis is an infection of the bone. Osteomyelitis is a severe problem and must be treated immediately to prevent extensive physical disability. With the advent of more sophisticated diagnostic measure and antibiotic therapies, the mortality from osteomyelitishas decreased but the complication rate remain about 5% ( medical surgical nursing, Pricilia Lemone and Karen M. Burke. Hal 1531)  


Artinya : osteomyelitis merupakan infeksi tulang. Osteomyelitis adalah gejala yang tidak baik dan perlu pengobatan yang segera untuk mencegah cacat fisik yang lebih luas. Dengan mendatangkan zat yang dapat membunuh kuman dengan ukuran diagnostic dan terapi antibiotic, kematian dari osteomyelitis menurun tapi komplikasinya meningkat sekitar 5%.
            Jadi dari ketiga pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa osteomyelitis merupakan suatu infeksi pada tulang, bisa menyerang medulla maupun pada tulang itu sendiri.
B.     Klasifikasi
1.      Ostemyelitis hematogen akut merupakan infeksi tulang dan sumsum tulang akut yang disebabkan oleh bakteri piogen yang mikroorganismenya berasal dari focus di tempat lain dan beredar melalui sirkulasi darah. Kelainan ini sering ditemukan pada anak-anak dan sangat jarang pada orang dewasa. Diagnosis yang dini sangat penting karena prognosis sangat bergantung pada pengbatan yang tepat dan segera.
2.      Osteomyelitis hematogen subakut  biasanya ditemukan pada anak-anak dan remaja.
3.      Osteomielitis kronis  umumnya merupakan lanjutan dari osteomielitis akut yang tidak terdiagnosis atau tidak diobati dengan baik.

C.    Etiologi
1.      Osteomielitis akut
a.       Staphylococcus aureus haemolyticus ( koagulasi positif) sebanyak 90% dan jarang oleh streptococcus hemolyticus
b.      Haemofilus influenza ( 5-50%) pada anak di bawah 4 tahun.
c.       Organisme lain seperti B. coli, B auruginosa capsulate, pneumokokus, salmonella thyposa, pseudomonas auruginosa, proteus mirabilis, brucella, dan bakteri an aerob yaitu bacteroides fragilis.
2.      Osteomielitis subakut
Staphylococcus aureus, umunya berlokasi di femur distal dan tibia proksimal.
3.      Osteomielitis kronis
a.       Staphylococcus aureus
b.      E. coli
c.       Pseudomonas
d.      Proteus

D.    Cara penularan
Cara penularan osteomyelitis terjadi melalui tiga cara, yaitu:
1.      Penyebaran umum melalui sirkulasi darah berupa bakteremia dan septicemia atau melalui embolus infeksi yng menyebabkan infeksi multifocal pada daerah lain
2.      Penyebaran local ( abses subperiosteal) akibat penerobosan abses melalui periosteum, selulitis akibat abses subperiosteal menembus sampai di bawah kulit, penyebaran ke dalam sendi sehingga terjadi artritis septik, atau epnyebaran ke medulla tulang sekitarnya sehingga sirkulasi dalam tulang terganggu. Hal ini menyebabkan kematian tulang local dengan terbentunya tulang mati yang disebut sekuestrum.
3.      Penyebaran langsung
Organisme bisa memasuki tulang secara langsung melalui patah tulang terbuka, selama pembedahan tulang atau dari benda yang tercemar yang menembus tulang.
Infeksi pada sendi buatan, biasanya didapat selama pembedahan dan bisa menyebar ke tulang di dekatnya.



E.     Patofisiologi
Staphylococcuc aureus merupakan penyebab 70 % sampai 80 % infeksi tulang. Organisme patogenik lainnya ayng sering dijumpai pada osteomielitis meliputi proteus, pseudomonas, dan escerichia coli. Terdapat peningkatan insiden infeksi resisten penisilin, nosokomial, gram negative dan aerobic.
Awitan osteomielitis setelah embedahan ortopedi dapat terjadi alam 3 bulan pertama ( akut fulminan stadium 1 0 dan sering berhubungan dengan penumpukan hematoma atu infeksi superficial. Infeksi awitan lambat ( stadium 2 ) terjadi 4 sapai 24 bulan sesudah terjadi pembedahan. Osteomielitis awitan lama ( stadium 3) biasanya akibat penyebaran hematogan dan terjadi 2 tahun atau lebih setelah pembedahan.
Respon inisial terhadap infeksi adalah salah satu dari inflamasi, peningkatan vaskularisasi, dan edema. Setelah 2 atau 3 hari, thrombosis pada pembuluh darah terjadi pada temapt tersebut, mengakibatkan iskemia pada dengan nekrosis tulang sehubungan dengan peningkatan tekanan jaringan dan medulla. Infeksi kemudian berkembang ke kanivas medularis dan ke bawah periosteum dan dapat menyebar ke jaringan lunak atau sendi di sekitarnya. Kecuali bila proses infeksi dapat dikontrol awal, kemudian akan terbentuk abses tulang.
Pada perjalanan alamiahnya, abses dapat kelaur spontan, namun yang lebih sering harus dilakukan insisi dan drainase oleh ahli bedah.  Abses yang terbentuk dindingnya terbentuk jaringan mati, namun seperti rongga abses pada umumnya, jaringan tiamh yang mati ( sequestrum) tidak mudah mencair dan engalir ke luar. Rongga tidak dapat mengempis dan menyembuh, seperti yang terjadi pada jaringan lunak terjadi pertumbuhan tulang yang baru ( involukrum ) yang mengelilingi sequestrum. Jadi meskipun tampak terjadi proses penyambuhan, namun sequestrum infeksius kronis yang tetap ada tetap rentan  mengelaurkan abses kambuhan sepanjang hidup pasien. Dinamakan osteomielitis tipe kronik.
F.     WOC ( terlampir )
G.    Manifestasi klinis
Gambaran klinis osteomielitis akut berkembang secara progenesis penyakit.
1.      Osteomyelitis akut berkembang secara progresif atau cepat. Pada keadaan ini, mungkin dapat ditemukan adanya infeksi bakteri pada kulit dan saluran nafas atas. Gejala lain dapat berupa nyeri konstan pada daerah infeksi atau nyeri tekan dan terdapat gangguan fungsi anggota gerak yang bersangkutan. Gejala umum timbul akibat bakteremia dan septikemia yang berupa panas tinggi, malaise, serta nafsu makan berkurang. Pada orang dewasa, lokasi infeksi biasanya pada daerah torako lumbal yang terjadi akibat torako sintesis atau prosedur urologis dan dapat ditemukan adanya riwayat diabetes mellitus, malnutrisi, adiksi obat-obatan atau pengobatan dengan imunosupresif. Oleh karena itu, riwayat tentang hal tersebut perlu ditanyakan.
2.      Osteomielitis hematogen subakut.
Gambaran klinis yang dapat ditemukan adalah atrofi otot, nyeri lokal, sedikit pembengkakan, dan dapat pula klien menjadi pincang. Terdapat nyeri pada area sekitar sendi  selama beberapa minggu atau mungkin berbulan-bulan. Suhu tubuh klien biasanya normal. Pada pemerikasaan laboratorium, leukosit umumnya normal, tetapi laju endap darah meningkat. Pada foto rontgen, biasanya ditemukan kavitas berdiameter 1-2 cm terutama pada aderah metafisis dari tibia dan femur atau kadang- kadang pada daerah diafisis tulang panjang.



3.      Osteomielitis kronis
Klien sering mengeluhkan adanya cairan yang keluar dari luka sinus setelah operasi, yang bersifat menahun. Kelainan kadang-kadang disertai demam dan nyeri local yang hilang timbul di daerah anggota gerak tertentu. Pada pemeriksaan fisik, ditemukan adanya sinus, fistel, atau sikatriks bekas operasi dengan nyeri tekan. Mungkin dapat ditemukan sekuestrum yang menonjol keluar melalui kulit. Biasanya terdapat riwayat fraktur terbuka atau osteomielitis pada klien.

H.    Pemeriksaan penunjang
1.   Pemeriksaan darah
Sel darah putih meningkat sampai 30.000 L gr/dl disertai peningkatan laju endapan darah.
2.    Pemeriksaan titer antibodi – anti staphylococcus
Pemeriksaan kultur darah untuk menentukan bakteri (50% positif) dan diikuti dengan uji sensitivitas.
3.     Pemeriksaan feses
Pemeriksaan feses untuk kultur dilakukan apabila terdapat kecurigaan infeksi oleh bakteri Salmonella.
4.   Pemeriksaan Biopsi tulang.
5.   Pemeriksaan ultra sound
Pemeriksaan ini dapat memperlihatkan adanya efusi pada sendi.
6.   Pemeriksaan radiologis
Pemeriksaan photo polos dalam 10 hari pertama tidak ditemukan kelainan radiologik, setelah dua minggu akan terlihat berupa refraksi tulang yang bersifat difusi.

I.       penatalaksanaan
1.      Istirahat dan pemberian analgetik untuk menghilangkan nyeri
2.      Pemberian cairan intra vena dan kalau perlu tranfusi darah
            Begitu specimen kultur telh diperoleh, dimulai pemberian terapi intravena, dengan asumsi bahwa staphylococcus yang peka terhadap penisilin semi sintetik atau sefalosporin. Tujuannya adalah mengontrol infeksi sebelum aliran darah ke temapat tersebut menurun akibat terjadinya thrombosis.
3.      Istirahat local dengan bidai atau traksi
            Daerah yang terkena  harus diimobilisasi untuk mengurangi ketidak nyamanan dan mencegah terjadinya fraktur. Dapat dilakukan rendaman salin hangat untuk meredakan aliran darah.[1]
4.      Pemberian antibiotika secepatnya sesuai penyebab
            Sasaran awal terapi adalah mengontrol dan menghentika proses infeksi.  Kultur darah dan swab dan kultur abses dilakukan untuk mengidentifikasi organism dan memilih antibiotika yang terbaik. Kadang, infeksi disebabkan oleh lebih dari satu pathogen.
5.      Drainase bedah
            Pada osteomielitis kronik dianjurkan untuk debridement bedah.dilakukan sequestrektomi.
Luka dapat ditutup rapat untuk menutup ronga mati atau dap dipasang tampon unutk dapat didisi oleh granulasi atau dilakukan grafting dikemudian hari.



BAB III
Asuhan Keperawatan
A.    Pengkajian
1.   Anamnesis. Dilakukan untuk mengetahui :
a.       Identitas: nama, jenis kelamin, usia, alamat, agama, bahasa yang digunakan, status perkawinan, pendidikan, pekerjaan, asuransi, golongan darah, nomor register, tanggal masuk rumah sakit, dan diagnosis medis.
Pada umumnya klien dengan osteomielitis mengalami nyeri hebat, untuk mengkaji nyeri, dapat digunakan metode PQRST:
1)      Provoking incident : hal yang menjadi factor presipitasi nyeri adalah proses supurasi pada bagian tulang. Trauma, hematoma akibat trauma pada daerah metafisis, merupakan slah satu factor predisposisi terjadinya osteomielitis hematogen akut.
2)      Quality of pain: rasa nyeri yang dirasakan atau digambarkan klien bersifat menusuk
3)      Region, radiation, relief : nyeri dapat reda dengan imobilisasi atau istirahat, nyeri tidak menjalar atau menyebar
4)      Severity ( scale ) of pain: nyeri yang dirasakan klien secara subjektif antara 2-3 pada rentang skala pengukuran 0-4.
5)      Time : berapa lama nyeri berlangsung, kapan, apakah bertambah buruk pada malam atau siang hari.


b.      Riwayat penyakit sekarang
Kaji adanya riwayat trauma fraktur terbuka( kerusakan pembuluh darah, edema, hematoma, dan hubungan fraktur dengan dunia luar sehinggga pada fraktur terbuka umumnya terjadi infeksi) ,riwayat operasi tulang dengan pemasangan fiksasi internal dan eksternal ( invansi bakteri disebabkan oleh lingkungan bedah ) , dan pada osteomielitis kronis tanya apakah pernah mengalami osteomielitis akut yang tidak diberi perawatan adekuat sehingga memungkinkan terjadinya proses supurasi di tulang.
c.       Riwayat penyakit dahulu
Adanya riwayat Infeksi tulang, biasanya pada daerah vertebra torako lumbal yang terjadi akibat torakosentesis atau prosedur urologis. Dapat ditemukan adanya riwayat Diabetes Mellitus, malnutrisi, adiksi obat-obatan, dan pengobatan dengan imunosupresif
d.      Riwayat psikospiritual
Perawat mengkaji respon emosi klien terhadap penyakit yang dideritanya dan peran klien dalam keluarga serta masyarakat, respon atau pengaruhnya dalam kehidupan sehari hari, baik dalam keluarga maupun dalam masyarakat. Pada kasus osteomieilitis, akan timbul ketakutan terjadi kecacatan dan klien harus menjalani penatalaksanaan kesehatan untuk membantu penyembuhan tulang. Selain itu, pengkajian juga meliputi kebiasaan hidup klien seperti penggunaan obat steroid yang dapat mengganggu metabolism kalsium, konsumsi alcohol dapat mengganggu keseimbangan, dan apakah klien melakukan olahraga. Klien akan kehilangan peran dalam keluarga dan masyarakat karena klien menjalani rawat inap. Dampak yang timbul pada klien osteomielitis yaitu timbul ketakutan akan kecacatan akibat prognosis penyakitnya, rasa cemas, rasa tidak mampu melakukan aktifitas secara optimal, dan panadangan terhadap dirinya yang salah. ( gangguan citra diri )
2.   Pemeriksaan fisik
a.       Keadaan umum
1)      Tingkat kesadaran ( apatis, spoor, koma, gelisah, kompos mentis yang bergantung kepada keadaan klien )
2)      Kesakitan atau keadaan penyakit ( akut, kronis, ringan, sedang, dan pada kasus osteomielitis biasanya akut).
3)      Tanda tanda vital tidak normal terutama pada osteomielitis dengan komplikasi septicemia
b.      B1 ( breathing ). Pada isnpeksi tidak didapatkan bahwa klien yang menderita osteomielitis tidak mengalami kelainan pernafasan. Pada palpasi toraks, ditemukan taktis fremitus seimbang kiri dan kanan. Pada auskultrasi, tidak didapatkan suara napas tambahan.
c.       B2 ( blood ). Pada inspeksi, tidak tampak iktus jantung. Palpasi menunjukkan nadi meningkat, iktus tidak teraba. Pada auskultrasi didapatkan suara S1 dan S2 tungggal, tidak ada murmur.
d.      B3 ( brain ). Tingkat kesadaran biasanya compos mentis.
1)      Kepala                         : tidak ada gangguan ( normosefalik, simetris, tidak ada penonjolan, tidak ada sakit kepala)
2)      Leher                           : tidak ada gangguan ( simetris, tidak ada penonjolan, reflex menelan ada).
3)      Wajah                          : telihat menahan sakit, tidak ada perubahan fungsi dan bentuk.
4)      Mata                            : tidak ada gangguan, seperti konjungtiva anemis ( pada klien patah tulang tertutup karena tidak terjadi perdarahan). Klien osteomielitis yang disertai adanya malnutrisi lama biasanya mengalami konjungtiva anemis.
5)      Telinga                        : tes bisik atau weber masih dalam keadaan normal. Tidak ada lesi atau nyeri tekan.
6)      Hidung                        : tidak ada deformitas, tidak ada pernafasan cuping hidung
7)      Mulut dan faring         : tidak ada pembesaran tonsil, gusi tidak terjadi perdarahan, mukosa mulut tidak pucat.
8)      Status mental              : observasi penempilan dan tingkah laku klien. Biasanya status mental tidak mengalami perubahan.
9)      Pemeriksaan saraf cranial :
a)      Saraf I. biasanya tidak ada kelainan fungsi penciuman
b)      Saraf II. Tes ketajaman penglihatan normal.
c)      Saraf III, IV dan VI. Biasanya tidak ada gangguan mengangkat kelopak mat, pupil isokor.
d)     Saraf V. klien oseomielitis tidak mengalami paralisis pada otot wajah dan reflex kornea tidak ada kelainan
e)      Saraf VII. Persepsi pengecapan dalam batas normal dan wajah simetris
f)       Saraf VIII. Tidak ditemukan tuli konduktif dan tuli persepsi.
g)      Saraf IX dan X. kemampuan menelan baik
h)      Saraf XI. Tidak ada atrofi otot sternokleidomastoideus dan trapezeus
i)        Saraf XII. Lidak simetris, tidak ada deviasi pada satu sisi dan tidak ada fasikulasi. Indra pengecapan normal.
10)  Pemeriksaan reflex : biasanya tidak terdapat reflex patologis
e.       B4 ( bladder ). Pengkajian keadaan urin meliputi warna, jumlah, karakteristik dan berat jenis. Biasanya klien osteomielitis tidak mengalami kelainan pada system ini.
f.       B5 ( bowel ) . inspeksi abdomen: bentuk datar, simetris, tidak ada hernia. Palpasi : turgor baik, hepar tidak teraba. Perkusi: suara timpani, ada pantulan gelombang cairan. Auskultrasi: peristaltic usus normal ( 20 kali/ menit ). Inguinal-genitalia-anus: tidak ada hernia, tidak ada pembesaran limfe, tidak ada kesulitan defekasi. Pola nutrisi dan metabolism: klien osteomielitis harus mengkonsumsi nutrisi melebihi kebutuhan sehari-hari, seperti kalsium, zat besi, protein, vitamin C, dan lainnya untuk membantu proses penyembuhan infeksi tulang. Evaluasi terhadap pola nutrisi klien dapat membantu menentukan penyebab masalah musculoskeletal dan mengantisipasi komplikasi dari nutrisi yang tidak adekuat, terutama kalsium dan protein. Masalah nyeri pada osteomielitis menyebabkan klien kadang mual dan muntah sehingga pemenuhan nutrisi berkurang. Pola eliminasi : tidak ada gangguan pola eliminasi, tetapi tetap perlu dikaji frekuensi, konsistensi, warna serta bau feses. Pada pola berkemih, dikaji frekuensi, kepekatan, warna, baud an jumlah urin.
g.      B6 ( bone ). Adanya osteomielitis kronis dengan proses supurasi di tulang dan osteomielitis yang menginfeksi sendi akan mengganggu fungsi motorik klien. Kerusakan integritas jaringan pada kulit karena adanya luka disertai dengan pengeluaran pus atau cairan bening berbau khas.
h.      Look. Pada osteomielitis hematogen akut akan ditemukan gangguan pergerakan sendi dan gangguan bertambah berat bila terjadi spame local. Gangguan pergerakan sendi juga dapat disebabkan oleh efusi sendi atau infeksi sendi ( arthritis septic ). Secara umum, klien osteomielitis kronis menunjukkan adanya luka khas yang disertai dengan pengeluaran pus atau cairan bening yang berasala dari tulang yang mengalami infeksi atau proses supurasi. Manifestasi klinis osteomielitis akibat fraktur terbuka biasanya demam, nyeri, pemebengkakan pada daerah fraktur dan sekresi pus pada luka. 
i.        Feel. Kaji adanya nyeri tekan
j.        Move. Pemeriksaan ini menentukan apakah ada gangguan gerak ( mobilitas ) atau tidak.  Pergerakan yang dilihat adalah pergerakan pasif dan aktif. Pemeriksaan yang didapat adalah adanya gangguan/ keterbatasan gerak sendi pada osteomielitis akut.
Pola tidur dan istirahat. Semua klien osteomielitis merasakan nyeri sehingga dapat menggangu pola dan kebutuhan tidur. Pengkajian yang dilakukan adalah lama tidur, suasana, kebiasaan, dan kesulitan serta penggunaan obat tidur.

B.     Diagnosa keperawatan
1.      Nyeri berhubungan dengan inflamasi dan pembengkakan
2.       kerusakan  mobilitas fisik berhubungan dengan nyeri, alat imobilisasi dan keterbatasan menahan beban berat badan.
3.      Resiko terhadap perluasan infeksi berhubungan dengan pembentukan abses tulang
4.      Kurang pengetahuan mengenai program pengobatan





C.    Intervensi
1.      Nyeri berhubungan dengan inflamasi dan pembengkakan
Intervensi
Rasional
Mandiri :
1.      Mengkaji karakteris- tik nyeri : lokasi, durasi, intensitas nyeri dengan meng- gunakan skala nyeri (0-10)
2.      Mempertahankan im- mobilisasi (back slab)

3.      Berikan sokongan (support) pada ektremitas yang luka
4.      Amati perubahan suhu setiap 4 jam
5.      Kompres air hangat
Kolaborasi :
Pemberian obat-obatan analgesik

1.      Untuk mengetahui tingkat rasa nyeri sehingga dapat me- nentukan jenis tindak annya

2.      Mencegah pergeseran tulang dan penekanan pada jaring- an yang luka.

3.      Peningkatan vena return, menurunkan edem, dan mengurangi nyeri
4.      Untuk mengetahui penyimpangan – penyimpangan yang terjadi
5.      Mengurangi rasa nyeri dan memberikan rasa nyaman
Mengurangi rasa nyeri



2.      kerusakan  mobilitas fisik berhubungan dengan nyeri, alat imobilisasi dan keterbatasan menahan beban berat badan.
Intervensi
Rasionalisasi
Mandiri :
1.      Pertahankan tirah baring dalam posisi yang di programkan
2.      Tinggikan ekstremitas yang sakit, instruksikan klien / bantu dalam latihan rentang gerak pada ekstremitas yang sakit dan tak sakit
3.      Beri penyanggah pada ekstremitas yang sakit pada saat bergerak
4.      Jelaskan pandangan dan keterbatasan dalam aktivitas
5.      Berikan dorongan pada klien untuk melakukan AKS dalam lingkup keterbatasan dan beri bantuan sesuai kebutuhan
6.      Ubah posisi secara periodik
Kolabortasi :
Fisioterapi / aoakulasi terapi

1.      Agar gangguan mobilitas fisik dapat berkurang
2.      Dapat meringankan masalah gangguan mobilitas fisik yang dialami klien

3.      Dapat meringankan masalah gangguan mobilitas yang dialami klien
4.      Agar klien tidak banyak melakukan gerakan yang dapat membahayakan
5.      Mengurangi terjadinya penyimpangan – penyimpangan yang dapat terjadi

6.      Mengurangi gangguan mobilitas fisik

Mengurangi gangguan mobilitas fisik

3.      Resiko terhadap perluasan infeksi berhubungan dengan pembentukan abses tulang
Intervensi
Rasionalisasi
Mandiri :
1.      Pertahankan tirah baring dalam posisi yang di programkan
2.      Tinggikan ekstremitas yang sakit, instruksikan klien / bantu dalam latihan rentang gerak pada ekstremitas yang sakit dan tak sakit
3.      Beri penyanggah pada ekstremitas yang sakit pada saat bergerak

4.      Jelaskan pandangan dan keterbatasan dalam aktivitas
5.      Berikan dorongan pada klien untuk melakukan AKS dalam lingkup keterbatasan dan beri bantuan sesuai kebutuhan
6.      Ubah posisi secara periodi
Kolabortasi :
Fisioterapi / aoakulasi terapi

1.      Agar gangguan mobilitas fisik dapat berkurang
2.      Dapat meringankan masalah gangguan mobilitas fisik yang dialami klien

3.      Dapat meringankan masalah gangguan mobilitas yang dialami klien
4.      Agar klien tidak banyak melakukan gerakan yang dapat membahayakan
5.      Mengurangi terjadinya penyimpangan – penyimpangan yang dapat terjadi

6.      Mengurangi gangguan mobilitas fisik
Mengurangi gangguan mobilitas fisik

Factor predisposisi : usia, virulensi kuman, riwayat trauma, nutrisi dan lokasi infeksi
WOC
Fraktur terbuka
Inefektif koping  individu
Defiisensi pengetahuan dan informasi
Hambatan mobilitas fisik 
Tirah baring lama, penekanan lokal
Kerusakan integritas kulit
Deformitas, bau
Kerusakan lempeng epifisis
Prognosis peyakit
Nutrisi kurang dari kebutuhan
Gg citra diri
Gg pertumbuhan
nyeri
DPD
Resti trauma
Kelemahan fisik
Involukrum, pengeluaran pus
Risiko osteomielitis kronis
Komplikasi infeksi 
Kurang terpajan pengetahuan dan informasi
septikemia 
Peneyebaran infeksi ke organ penting 
Iskemia dan nekrosis tulang
Pembentukan abses tulang 
Peningkatan tekanan jaringan tulang dan medula
Penurunan kemampuan pergerakan
Keterbatasan pergerakan
Demam, malaise, penurunan nafsu makan, penurunan kemampuan tonus otot
Proses inflamasi secara umum
Pembentukan pus, nekrosis jarinngan
Proses inflamasi: hyperemia, pembengkakan, gangguan fungsi, pembentukan pus, dan kerusakan integritas jaringan
fagositosis
osteomielitis
Invasi kuman ke tulang dan sendi
Masuk ke juksta epifisis tulang panjang
Kerusakan pembuluh darah dan adanya port de entree
Invasi mikroorganisme dari tempat lain yang beredar melalui sirkulasi darah
ulanng


[1] Brunner & suddarth, keperawatan medical bedah, edisi 8 hal 2344

Tidak ada komentar:

Posting Komentar