BAB I
PENDAHULUAN
Masalah infeksi dan inflamasi
penting diketahui perawat dalam melakukan asuhan keperawatan gangguan system
musculoskeletal karena keadaan tersebut sering beriringan dan/ merupakan suatu
komplikasi dari gangguan musculoskeletal itu sendiri. Peran perawat sebagai
pemberi asuhan keperawatan adalah berupaya agar masalah dapat dihindari atau
risikonya minimal.
Disini pemakalah akan lebih membahas
tentang osteomielitis yang merupakan salah satu dari jenis infeksi tulang.
Osteomielitis masih merupakan permasalahan di Negara
kita karena tingkat higienis yang masih rendah, pemahamam mengenai
penatalaksanaan yang masih belum baik, diagnosis yang sering terlambat sehingga
biasanya berakhir dengan osteomielitis kronis, dan fasilitas diagnostic yang
belum memadai di puskesmas. Pengobatan osteomielitis memerlukan waktu yang
cukup lama dan biaya yang cukup tinggi.
BAB II
ISI
A.
Pengertian
1. Osteomielitis
adalah infeksi pada tulang dan medula tulang, baik karena infeksi piogenik
maupun non piogenik, misalnya Mycrobacterium tuberculosis. ( buku ajar Iasuhan keperawatan klien gangguan system
musculoskeletal, Ns. Arif Muttaqin, hal 274 )
2. Osteomielitis
adalah infeksi tulang. Infeksi tulang lebih sulit disembuhkan daripada ifeksi
jaringan lunak karena terbatasnya asupan darah, respon jaringan terhadap
inflamasi, tingginya tekanan jaringan dan pembentukan involukrum ( pembentukan
tulang baru di sekeliling jaringan tulang mati). Osteomielitis dapat menjadi
masalh kronis yang akan mempengaruhi kualitas hidup atau mengakibatkan kehilangan
ekstremitas. ( buku ajar keperawatan
medical bedah, brunner & suddarth, edisi 8, hal 2342-2343 )
3. Osteomyelitis
is an infection of the bone. Osteomyelitis is a severe problem and must be
treated immediately to prevent extensive physical disability. With the advent
of more sophisticated diagnostic measure and antibiotic therapies, the
mortality from osteomyelitishas decreased but the complication rate remain
about 5% ( medical surgical nursing, Pricilia Lemone and Karen M. Burke. Hal
1531)
Artinya
: osteomyelitis merupakan infeksi tulang. Osteomyelitis adalah gejala yang
tidak baik dan perlu pengobatan yang segera untuk mencegah cacat fisik yang
lebih luas. Dengan mendatangkan zat yang dapat membunuh kuman dengan ukuran
diagnostic dan terapi antibiotic, kematian dari osteomyelitis menurun tapi
komplikasinya meningkat sekitar 5%.
Jadi dari ketiga pengertian di atas
dapat disimpulkan bahwa osteomyelitis merupakan suatu infeksi pada tulang, bisa
menyerang medulla maupun pada tulang itu sendiri.
B.
Klasifikasi
1. Ostemyelitis
hematogen akut merupakan infeksi tulang dan sumsum tulang akut yang disebabkan
oleh bakteri piogen yang mikroorganismenya berasal dari focus di tempat lain
dan beredar melalui sirkulasi darah. Kelainan ini sering ditemukan pada
anak-anak dan sangat jarang pada orang dewasa. Diagnosis yang dini sangat
penting karena prognosis sangat bergantung pada pengbatan yang tepat dan
segera.
2. Osteomyelitis
hematogen subakut biasanya ditemukan
pada anak-anak dan remaja.
3. Osteomielitis
kronis umumnya merupakan lanjutan dari
osteomielitis akut yang tidak terdiagnosis atau tidak diobati dengan baik.
C.
Etiologi
1. Osteomielitis
akut
a. Staphylococcus
aureus haemolyticus ( koagulasi positif) sebanyak 90% dan jarang oleh
streptococcus hemolyticus
b. Haemofilus
influenza ( 5-50%) pada anak di bawah 4 tahun.
c. Organisme
lain seperti B. coli, B auruginosa capsulate, pneumokokus, salmonella thyposa,
pseudomonas auruginosa, proteus mirabilis, brucella, dan bakteri an aerob yaitu
bacteroides fragilis.
2. Osteomielitis
subakut
Staphylococcus aureus, umunya berlokasi
di femur distal dan tibia proksimal.
3. Osteomielitis
kronis
a. Staphylococcus
aureus
b. E.
coli
c. Pseudomonas
d. Proteus
D.
Cara
penularan
Cara penularan
osteomyelitis terjadi melalui tiga cara, yaitu:
1. Penyebaran
umum melalui sirkulasi darah berupa bakteremia dan septicemia atau melalui
embolus infeksi yng menyebabkan infeksi multifocal pada daerah lain
2. Penyebaran
local ( abses subperiosteal) akibat penerobosan abses melalui periosteum,
selulitis akibat abses subperiosteal menembus sampai di bawah kulit, penyebaran
ke dalam sendi sehingga terjadi artritis septik, atau epnyebaran ke medulla
tulang sekitarnya sehingga sirkulasi dalam tulang terganggu. Hal ini
menyebabkan kematian tulang local dengan terbentunya tulang mati yang disebut
sekuestrum.
3. Penyebaran langsung
Organisme bisa memasuki tulang secara langsung melalui
patah tulang terbuka, selama pembedahan tulang atau dari benda yang tercemar
yang menembus tulang.
Infeksi pada sendi buatan, biasanya didapat selama
pembedahan dan bisa menyebar ke tulang di dekatnya.
E.
Patofisiologi
Staphylococcuc aureus merupakan penyebab 70 % sampai
80 % infeksi tulang. Organisme patogenik lainnya ayng sering dijumpai pada
osteomielitis meliputi proteus, pseudomonas, dan escerichia coli. Terdapat
peningkatan insiden infeksi resisten penisilin, nosokomial, gram negative dan
aerobic.
Awitan osteomielitis setelah embedahan ortopedi
dapat terjadi alam 3 bulan pertama ( akut fulminan stadium 1 0 dan sering
berhubungan dengan penumpukan hematoma atu infeksi superficial. Infeksi awitan
lambat ( stadium 2 ) terjadi 4 sapai 24 bulan sesudah terjadi pembedahan.
Osteomielitis awitan lama ( stadium 3) biasanya akibat penyebaran hematogan dan
terjadi 2 tahun atau lebih setelah pembedahan.
Respon inisial terhadap infeksi adalah salah satu
dari inflamasi, peningkatan vaskularisasi, dan edema. Setelah 2 atau 3 hari,
thrombosis pada pembuluh darah terjadi pada temapt tersebut, mengakibatkan
iskemia pada dengan nekrosis tulang sehubungan dengan peningkatan tekanan
jaringan dan medulla. Infeksi kemudian berkembang ke kanivas medularis dan ke
bawah periosteum dan dapat menyebar ke jaringan lunak atau sendi di sekitarnya.
Kecuali bila proses infeksi dapat dikontrol awal, kemudian akan terbentuk abses
tulang.
Pada perjalanan alamiahnya, abses dapat kelaur
spontan, namun yang lebih sering harus dilakukan insisi dan drainase oleh ahli
bedah. Abses yang terbentuk dindingnya
terbentuk jaringan mati, namun seperti rongga abses pada umumnya, jaringan
tiamh yang mati ( sequestrum) tidak mudah mencair dan engalir ke luar. Rongga
tidak dapat mengempis dan menyembuh, seperti yang terjadi pada jaringan lunak
terjadi pertumbuhan tulang yang baru ( involukrum ) yang mengelilingi
sequestrum. Jadi meskipun tampak terjadi proses penyambuhan, namun sequestrum
infeksius kronis yang tetap ada tetap rentan
mengelaurkan abses kambuhan sepanjang hidup pasien. Dinamakan
osteomielitis tipe kronik.
F.
WOC
( terlampir )
G.
Manifestasi
klinis
Gambaran klinis
osteomielitis akut berkembang secara progenesis penyakit.
1. Osteomyelitis
akut berkembang secara progresif atau cepat. Pada keadaan ini, mungkin dapat
ditemukan adanya infeksi bakteri pada kulit dan saluran nafas atas. Gejala lain
dapat berupa nyeri konstan pada daerah infeksi atau nyeri tekan dan terdapat
gangguan fungsi anggota gerak yang bersangkutan. Gejala umum timbul akibat bakteremia
dan septikemia yang berupa panas tinggi, malaise, serta nafsu makan berkurang.
Pada orang dewasa, lokasi infeksi biasanya pada daerah torako lumbal yang
terjadi akibat torako sintesis atau prosedur urologis dan dapat ditemukan
adanya riwayat diabetes mellitus, malnutrisi, adiksi obat-obatan atau
pengobatan dengan imunosupresif. Oleh karena itu, riwayat tentang hal tersebut
perlu ditanyakan.
2. Osteomielitis
hematogen subakut.
Gambaran
klinis yang dapat ditemukan adalah atrofi otot, nyeri lokal, sedikit pembengkakan,
dan dapat pula klien menjadi pincang. Terdapat nyeri pada area sekitar
sendi selama beberapa minggu atau
mungkin berbulan-bulan. Suhu tubuh klien biasanya normal. Pada pemerikasaan
laboratorium, leukosit umumnya normal, tetapi laju endap darah meningkat. Pada
foto rontgen, biasanya ditemukan kavitas berdiameter 1-2 cm terutama pada
aderah metafisis dari tibia dan femur atau kadang- kadang pada daerah diafisis
tulang panjang.
3. Osteomielitis
kronis
Klien
sering mengeluhkan adanya cairan yang keluar dari luka sinus setelah operasi,
yang bersifat menahun. Kelainan kadang-kadang disertai demam dan nyeri local
yang hilang timbul di daerah anggota gerak tertentu. Pada pemeriksaan fisik,
ditemukan adanya sinus, fistel, atau sikatriks bekas operasi dengan nyeri
tekan. Mungkin dapat ditemukan sekuestrum yang menonjol keluar melalui kulit.
Biasanya terdapat riwayat fraktur terbuka atau osteomielitis pada klien.
H. Pemeriksaan penunjang
1. Pemeriksaan darah
Sel darah putih meningkat sampai 30.000 L gr/dl disertai
peningkatan laju endapan darah.
2. Pemeriksaan titer
antibodi – anti staphylococcus
Pemeriksaan kultur darah untuk menentukan bakteri (50%
positif) dan diikuti dengan uji sensitivitas.
3. Pemeriksaan feses
Pemeriksaan feses untuk kultur dilakukan apabila terdapat
kecurigaan infeksi oleh bakteri Salmonella.
4. Pemeriksaan Biopsi tulang.
5. Pemeriksaan ultra sound
Pemeriksaan ini dapat memperlihatkan adanya efusi pada
sendi.
6.
Pemeriksaan
radiologis
Pemeriksaan photo polos dalam 10 hari pertama tidak
ditemukan kelainan radiologik, setelah dua minggu akan terlihat berupa refraksi
tulang yang bersifat difusi.
I. penatalaksanaan
1. Istirahat dan pemberian analgetik untuk menghilangkan
nyeri
2. Pemberian cairan intra vena dan kalau perlu tranfusi
darah
Begitu
specimen kultur telh diperoleh, dimulai pemberian terapi intravena, dengan
asumsi bahwa staphylococcus yang peka terhadap penisilin semi sintetik atau
sefalosporin. Tujuannya adalah mengontrol infeksi sebelum aliran darah ke
temapat tersebut menurun akibat terjadinya thrombosis.
3. Istirahat local dengan bidai atau traksi
Daerah
yang terkena harus diimobilisasi untuk
mengurangi ketidak nyamanan dan mencegah terjadinya fraktur. Dapat dilakukan
rendaman salin hangat untuk meredakan aliran darah.[1]
4. Pemberian antibiotika secepatnya sesuai penyebab
Sasaran
awal terapi adalah mengontrol dan menghentika proses infeksi. Kultur darah dan swab dan kultur abses
dilakukan untuk mengidentifikasi organism dan memilih antibiotika yang terbaik.
Kadang, infeksi disebabkan oleh lebih dari satu pathogen.
5. Drainase bedah
Pada
osteomielitis kronik dianjurkan untuk debridement bedah.dilakukan
sequestrektomi.
Luka dapat ditutup rapat untuk menutup
ronga mati atau dap dipasang tampon unutk dapat didisi oleh granulasi atau
dilakukan grafting dikemudian hari.
BAB III
Asuhan Keperawatan
A.
Pengkajian
1. Anamnesis.
Dilakukan untuk mengetahui :
a. Identitas:
nama, jenis kelamin, usia, alamat, agama, bahasa yang digunakan, status
perkawinan, pendidikan, pekerjaan, asuransi, golongan darah, nomor register,
tanggal masuk rumah sakit, dan diagnosis medis.
Pada
umumnya klien dengan osteomielitis mengalami nyeri hebat, untuk mengkaji nyeri,
dapat digunakan metode PQRST:
1) Provoking
incident : hal yang menjadi factor presipitasi nyeri adalah proses supurasi
pada bagian tulang. Trauma, hematoma akibat trauma pada daerah metafisis,
merupakan slah satu factor predisposisi terjadinya osteomielitis hematogen
akut.
2) Quality
of pain: rasa nyeri yang dirasakan atau digambarkan klien bersifat menusuk
3) Region,
radiation, relief : nyeri dapat reda dengan imobilisasi atau istirahat, nyeri
tidak menjalar atau menyebar
4) Severity
( scale ) of pain: nyeri yang dirasakan klien secara subjektif antara 2-3 pada
rentang skala pengukuran 0-4.
5) Time
: berapa lama nyeri berlangsung, kapan, apakah bertambah buruk pada malam atau
siang hari.
b. Riwayat
penyakit sekarang
Kaji
adanya riwayat trauma fraktur terbuka( kerusakan pembuluh darah, edema,
hematoma, dan hubungan fraktur dengan dunia luar sehinggga pada fraktur terbuka
umumnya terjadi infeksi) ,riwayat operasi tulang dengan pemasangan fiksasi
internal dan eksternal ( invansi bakteri disebabkan oleh lingkungan bedah ) ,
dan pada osteomielitis kronis tanya apakah pernah mengalami osteomielitis akut
yang tidak diberi perawatan adekuat sehingga memungkinkan terjadinya proses
supurasi di tulang.
c. Riwayat
penyakit dahulu
Adanya
riwayat Infeksi tulang, biasanya pada daerah vertebra torako lumbal yang
terjadi akibat torakosentesis atau prosedur urologis. Dapat ditemukan adanya
riwayat Diabetes Mellitus, malnutrisi, adiksi obat-obatan, dan pengobatan
dengan imunosupresif
d. Riwayat
psikospiritual
Perawat
mengkaji respon emosi klien terhadap penyakit yang dideritanya dan peran klien
dalam keluarga serta masyarakat, respon atau pengaruhnya dalam kehidupan sehari
hari, baik dalam keluarga maupun dalam masyarakat. Pada kasus osteomieilitis,
akan timbul ketakutan terjadi kecacatan dan klien harus menjalani
penatalaksanaan kesehatan untuk membantu penyembuhan tulang. Selain itu,
pengkajian juga meliputi kebiasaan hidup klien seperti penggunaan obat steroid
yang dapat mengganggu metabolism kalsium, konsumsi alcohol dapat mengganggu
keseimbangan, dan apakah klien melakukan olahraga. Klien akan kehilangan peran
dalam keluarga dan masyarakat karena klien menjalani rawat inap. Dampak yang
timbul pada klien osteomielitis yaitu timbul ketakutan akan kecacatan akibat
prognosis penyakitnya, rasa cemas, rasa tidak mampu melakukan aktifitas secara
optimal, dan panadangan terhadap dirinya yang salah. ( gangguan citra diri )
2. Pemeriksaan
fisik
a. Keadaan
umum
1) Tingkat
kesadaran ( apatis, spoor, koma, gelisah, kompos mentis yang bergantung kepada
keadaan klien )
2) Kesakitan
atau keadaan penyakit ( akut, kronis, ringan, sedang, dan pada kasus
osteomielitis biasanya akut).
3) Tanda
tanda vital tidak normal terutama pada osteomielitis dengan komplikasi
septicemia
b. B1
( breathing ). Pada isnpeksi tidak didapatkan bahwa klien yang menderita
osteomielitis tidak mengalami kelainan pernafasan. Pada palpasi toraks,
ditemukan taktis fremitus seimbang kiri dan kanan. Pada auskultrasi, tidak
didapatkan suara napas tambahan.
c. B2
( blood ). Pada inspeksi, tidak tampak iktus jantung. Palpasi menunjukkan nadi
meningkat, iktus tidak teraba. Pada auskultrasi didapatkan suara S1 dan S2
tungggal, tidak ada murmur.
d. B3
( brain ). Tingkat kesadaran biasanya compos mentis.
1) Kepala
: tidak ada
gangguan ( normosefalik, simetris, tidak ada penonjolan, tidak ada sakit
kepala)
2) Leher
: tidak ada
gangguan ( simetris, tidak ada penonjolan, reflex menelan ada).
3) Wajah
: telihat menahan
sakit, tidak ada perubahan fungsi dan bentuk.
4) Mata
: tidak ada
gangguan, seperti konjungtiva anemis ( pada klien patah tulang tertutup karena
tidak terjadi perdarahan). Klien osteomielitis yang disertai adanya malnutrisi
lama biasanya mengalami konjungtiva anemis.
5) Telinga
: tes bisik atau
weber masih dalam keadaan normal. Tidak ada lesi atau nyeri tekan.
6) Hidung : tidak ada deformitas,
tidak ada pernafasan cuping hidung
7) Mulut
dan faring : tidak ada pembesaran
tonsil, gusi tidak terjadi perdarahan, mukosa mulut tidak pucat.
8) Status
mental : observasi penempilan
dan tingkah laku klien. Biasanya status mental tidak mengalami perubahan.
9) Pemeriksaan
saraf cranial :
a) Saraf
I. biasanya tidak ada kelainan fungsi penciuman
b) Saraf
II. Tes ketajaman penglihatan normal.
c) Saraf
III, IV dan VI. Biasanya tidak ada gangguan mengangkat kelopak mat, pupil
isokor.
d) Saraf
V. klien oseomielitis tidak mengalami paralisis pada otot wajah dan reflex
kornea tidak ada kelainan
e) Saraf
VII. Persepsi pengecapan dalam batas normal dan wajah simetris
f) Saraf
VIII. Tidak ditemukan tuli konduktif dan tuli persepsi.
g) Saraf
IX dan X. kemampuan menelan baik
h) Saraf
XI. Tidak ada atrofi otot sternokleidomastoideus dan trapezeus
i)
Saraf XII. Lidak
simetris, tidak ada deviasi pada satu sisi dan tidak ada fasikulasi. Indra
pengecapan normal.
10) Pemeriksaan
reflex : biasanya tidak terdapat reflex patologis
e. B4
( bladder ). Pengkajian keadaan urin meliputi warna, jumlah, karakteristik dan
berat jenis. Biasanya klien osteomielitis tidak mengalami kelainan pada system
ini.
f. B5
( bowel ) . inspeksi abdomen: bentuk datar, simetris, tidak ada hernia. Palpasi
: turgor baik, hepar tidak teraba. Perkusi: suara timpani, ada pantulan
gelombang cairan. Auskultrasi: peristaltic usus normal ( 20 kali/ menit ).
Inguinal-genitalia-anus: tidak ada hernia, tidak ada pembesaran limfe, tidak
ada kesulitan defekasi. Pola nutrisi dan metabolism: klien osteomielitis harus
mengkonsumsi nutrisi melebihi kebutuhan sehari-hari, seperti kalsium, zat besi,
protein, vitamin C, dan lainnya untuk membantu proses penyembuhan infeksi tulang.
Evaluasi terhadap pola nutrisi klien dapat membantu menentukan penyebab masalah
musculoskeletal dan mengantisipasi komplikasi dari nutrisi yang tidak adekuat,
terutama kalsium dan protein. Masalah nyeri pada osteomielitis menyebabkan
klien kadang mual dan muntah sehingga pemenuhan nutrisi berkurang. Pola
eliminasi : tidak ada gangguan pola eliminasi, tetapi tetap perlu dikaji
frekuensi, konsistensi, warna serta bau feses. Pada pola berkemih, dikaji
frekuensi, kepekatan, warna, baud an jumlah urin.
g. B6
( bone ). Adanya osteomielitis kronis dengan proses supurasi di tulang dan
osteomielitis yang menginfeksi sendi akan mengganggu fungsi motorik klien.
Kerusakan integritas jaringan pada kulit karena adanya luka disertai dengan
pengeluaran pus atau cairan bening berbau khas.
h. Look.
Pada osteomielitis hematogen akut akan ditemukan gangguan pergerakan sendi dan
gangguan bertambah berat bila terjadi spame local. Gangguan pergerakan sendi
juga dapat disebabkan oleh efusi sendi atau infeksi sendi ( arthritis septic ).
Secara umum, klien osteomielitis kronis menunjukkan adanya luka khas yang
disertai dengan pengeluaran pus atau cairan bening yang berasala dari tulang
yang mengalami infeksi atau proses supurasi. Manifestasi klinis osteomielitis
akibat fraktur terbuka biasanya demam, nyeri, pemebengkakan pada daerah fraktur
dan sekresi pus pada luka.
i.
Feel. Kaji adanya nyeri
tekan
j.
Move. Pemeriksaan ini
menentukan apakah ada gangguan gerak ( mobilitas ) atau tidak. Pergerakan yang dilihat adalah pergerakan
pasif dan aktif. Pemeriksaan yang didapat adalah adanya gangguan/ keterbatasan
gerak sendi pada osteomielitis akut.
Pola tidur dan
istirahat. Semua klien osteomielitis merasakan nyeri sehingga dapat menggangu
pola dan kebutuhan tidur. Pengkajian yang dilakukan adalah lama tidur, suasana,
kebiasaan, dan kesulitan serta penggunaan obat tidur.
B.
Diagnosa
keperawatan
1. Nyeri berhubungan dengan inflamasi dan pembengkakan
2. kerusakan
mobilitas fisik berhubungan dengan nyeri, alat imobilisasi dan
keterbatasan menahan beban berat badan.
3. Resiko terhadap perluasan infeksi berhubungan dengan
pembentukan abses tulang
4. Kurang pengetahuan mengenai program pengobatan
C.
Intervensi
1. Nyeri berhubungan dengan inflamasi dan pembengkakan
Intervensi
|
Rasional
|
Mandiri :
1. Mengkaji karakteris- tik nyeri : lokasi, durasi,
intensitas nyeri dengan meng- gunakan skala nyeri (0-10)
2. Mempertahankan im- mobilisasi (back slab)
3. Berikan sokongan (support) pada ektremitas yang luka
4. Amati perubahan suhu setiap 4 jam
5. Kompres air hangat
Kolaborasi :
Pemberian obat-obatan analgesik
|
1. Untuk mengetahui tingkat rasa
nyeri sehingga dapat me- nentukan jenis tindak annya
2. Mencegah pergeseran tulang dan
penekanan pada jaring- an yang luka.
3. Peningkatan vena return,
menurunkan edem, dan mengurangi nyeri
4. Untuk mengetahui penyimpangan –
penyimpangan yang terjadi
5. Mengurangi rasa nyeri dan memberikan rasa nyaman
Mengurangi rasa nyeri
|
2. kerusakan mobilitas
fisik berhubungan dengan nyeri, alat imobilisasi dan keterbatasan menahan beban
berat badan.
Intervensi
|
Rasionalisasi
|
Mandiri :
1. Pertahankan tirah baring dalam posisi yang di
programkan
2. Tinggikan ekstremitas yang sakit, instruksikan klien /
bantu dalam latihan rentang gerak pada ekstremitas yang sakit dan tak sakit
3. Beri penyanggah pada ekstremitas yang sakit pada saat
bergerak
4. Jelaskan pandangan dan keterbatasan dalam aktivitas
5. Berikan dorongan pada klien untuk melakukan AKS dalam
lingkup keterbatasan dan beri bantuan sesuai kebutuhan
6. Ubah posisi secara periodik
Kolabortasi :
Fisioterapi / aoakulasi terapi
|
1. Agar gangguan mobilitas fisik dapat berkurang
2. Dapat meringankan masalah gangguan mobilitas fisik yang
dialami klien
3. Dapat meringankan masalah gangguan mobilitas yang
dialami klien
4. Agar klien tidak banyak melakukan gerakan yang dapat
membahayakan
5. Mengurangi terjadinya penyimpangan – penyimpangan yang
dapat terjadi
6. Mengurangi gangguan mobilitas fisik
Mengurangi gangguan mobilitas fisik
|
3. Resiko terhadap perluasan infeksi berhubungan dengan
pembentukan abses tulang
Intervensi
|
Rasionalisasi
|
Mandiri :
1. Pertahankan tirah baring dalam posisi yang di
programkan
2. Tinggikan ekstremitas yang sakit, instruksikan klien /
bantu dalam latihan rentang gerak pada ekstremitas yang sakit dan tak sakit
3. Beri penyanggah pada ekstremitas yang sakit pada saat
bergerak
4. Jelaskan pandangan dan keterbatasan dalam aktivitas
5. Berikan dorongan pada klien untuk melakukan AKS dalam
lingkup keterbatasan dan beri bantuan sesuai kebutuhan
6. Ubah posisi secara periodi
Kolabortasi :
Fisioterapi / aoakulasi terapi
|
1. Agar gangguan mobilitas fisik dapat berkurang
2. Dapat meringankan masalah gangguan mobilitas fisik yang
dialami klien
3. Dapat meringankan masalah gangguan mobilitas yang dialami
klien
4. Agar klien tidak banyak melakukan gerakan yang dapat
membahayakan
5. Mengurangi terjadinya penyimpangan – penyimpangan yang
dapat terjadi
6. Mengurangi gangguan mobilitas fisik
Mengurangi gangguan mobilitas fisik
|
Factor
predisposisi : usia, virulensi kuman, riwayat trauma, nutrisi dan lokasi
infeksi
|
Fraktur
terbuka
|
Inefektif
koping individu
|
Defiisensi
pengetahuan dan informasi
|
Hambatan mobilitas
fisik
|
Tirah baring lama, penekanan lokal
|
Kerusakan
integritas kulit
|
Deformitas, bau
|
Kerusakan lempeng epifisis
|
Prognosis peyakit
|
Nutrisi
kurang dari kebutuhan
|
Gg
citra diri
|
Gg
pertumbuhan
|
nyeri
|
DPD
|
Resti
trauma
|
Kelemahan fisik
|
Involukrum, pengeluaran pus
|
Risiko osteomielitis kronis
|
Komplikasi
infeksi
|
Kurang terpajan pengetahuan dan
informasi
|
septikemia
|
Peneyebaran
infeksi ke organ penting
|
Iskemia
dan nekrosis tulang
|
Pembentukan
abses tulang
|
Peningkatan
tekanan jaringan tulang dan medula
|
Penurunan
kemampuan pergerakan
|
Keterbatasan
pergerakan
|
Demam,
malaise, penurunan nafsu makan, penurunan kemampuan tonus otot
|
Proses
inflamasi secara umum
|
Pembentukan
pus, nekrosis jarinngan
|
Proses
inflamasi: hyperemia, pembengkakan, gangguan fungsi, pembentukan pus, dan
kerusakan integritas jaringan
|
fagositosis
|
osteomielitis
|
Invasi
kuman ke tulang dan sendi
|
Masuk
ke juksta epifisis tulang panjang
|
Kerusakan
pembuluh darah dan adanya port de entree
|
Invasi
mikroorganisme dari tempat lain yang beredar melalui sirkulasi darah
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar